Doc. Edukasi |
Semarang, Edukasi.Online-- Suara itu terdengar melengking dalam pembukaan pentas teater ASA yang ke 74, dengan mengangkat lakon Berbiak Dalam Asbak, pada Rabu, (7/6). Setelah itu panggung gelap, disertai dengan musik rancak yang bertalu-talu. Kemudian, muncul pula tujuh aktor diatas panggung beserta kotak-kotak yang mereka panggul. Lalu membuat suara berjalan ditempat melalui kotak-kotak yang mereka bawa.“Sistem yang dibuat untuk menjadi alat berubah menjadi Tuan. Manusia mau tidak mau harus menjalankan sistem. Hingga manusia lupa akan kemanusiaannya. Menjadi generasi iklan. Kehilangan. Masihkah keakuanmu ada dalam tubuhmu?”
“Mau kemana kamu?” suara itu muncul dalam diri seorang aktor, namun
mendapat jawaban yang simpang siur. Jawaban itu semacam “kantor” “kerja” “supermarket”
dan lain sebagainya. Hingga kebingungan menghampiri semua tokoh dengan suara
yang gaduh.
Disanalah tokoh aku menjerit “bebaskan aku dalam kesimpang siuran ini, aku
takut... berjuta generasi yang selama ini hanya akan mengerang dalam
angan-angan, aku tidak mau generasi tumbuh dari penipuan media, bangkit dari
kehirupan kota-kota menuju kebangkitan tikus....”, kebingungan itu akhirnya
memuncak diselingi lengkingan “beri aku aku”.
Tidak lama kemudian, terdengar teriakan “Mari kita bunuh diri”. Seruan itu datang dari beberapa
tokoh. Akhirnya, semua telah mati dengan menunjukkan simbol gerbang lingkaran yang dibakar.
Kemudian, musik bertalu sangat pelan, membawa aroma kedamaian. Adegan seolah
menjadi menurun temponya dan bergerak agak santai. Namun, tidak lama
mereka disergap kebingungan kembali dan di pungkasi dengan teriakan “aku tidak
sanggup jadi manusia”.
Naskah Lama
Berbiak Dalam Asbak merupakan
naskah karya Zak Surga pada era tahun 90’an, yang didaur ulang sesuai perkembangan zaman.
“Naskah ini bercerita soal hidup, kebermaknaan, juga tentang ke-aku-an
seseorang yang seolah-olah luntur” tutur Umar Hanafi selaku sutradara.
Dalam pementasan tersebut, tokoh yang di hadirkan hanya Aku, Mereka satu
sampai lima dan si Bisu. Dalam pengakuan
sang sutradara, Bisu ini sebagai simbol orang yang dipaksa diam. “Orang yang
dibisukan adalah penggambaran orang-orang yang disuap” tegasnya.
Hal menarik lainnya dalam pementasan tersebut adalah adegan bunuh diri yang dipentaskan dengan lingkaran
terbakar. “ Lingkaran itu saya tafsirkan sebagai bumi dan bunuh diri adalah
kiamat” pungkas Umar sapaan akrab Umar Hanafi, dalam diskusi.
Selain itu, pementasan yang berlangsung kurang lebih satu jam tersebut dapat merefleksikan kehidupan melenial seperti yang terjadi pada masa sekarang. Dimana manusia sering terkontaminasi pada pemikran-pemikiran yang ada dan menjadikan manusia seolah-olah seperti robot yang sudah dikendalikan oleh sistem. (Edu_On/ Ziz)
Selain itu, pementasan yang berlangsung kurang lebih satu jam tersebut dapat merefleksikan kehidupan melenial seperti yang terjadi pada masa sekarang. Dimana manusia sering terkontaminasi pada pemikran-pemikiran yang ada dan menjadikan manusia seolah-olah seperti robot yang sudah dikendalikan oleh sistem. (Edu_On/ Ziz)
Tags
Berita