Ilustrasi: Aziz Afifi |
“jangan lupa kirim
pesan kalau kau tiba dengan selamat dirumah”, katamu.
Mendengar risik kotamu
Terpisah trotoar berumput
Dan uap-uap rindu yang membumbung kelangit
Kata berkelakar disudut-sudut terminal
Mendesak keluar dari jendela berdebu
Yang tak lagi kekar
Awan yang sejak pagi bergumul akhirnya muntah
Tampaknya tak mau lagi menemani
Jadi sajak ini harus disudahi
Bus mendadak goyang ketika kubayangkan nyala matamu menderu
“jangan buat aku lupa kalau kita bukan siapa-siapa”,
balasku.
Terima kasih, pesan singkat yang kau kirim sudah sampai
kemarin
Tapi aku tak membalas sampai hari ini
Aku sedang kena macet
Seperti suatu sore saat buru-buru kau jemput ditempat itu
Tapi memang aku tak menulis apa pun akhir-akhir ini
Lebih suka membayangkan kau bonceng sepanjang Semarangan
Dan jeda diwarung dahar seberang kampus
Kau tak lagi seperti dulu, mengiyakanku?
Bayangkan kalau nanti kita kesana lagi
Dipesan singkat itu ada siluet senja berujung disebuah toko buku
tua
Tempat kita suka lupa waktu
Membincang yang ingin kita lewati : kau ada yang tak pernah
di ada-ada
Aku suka membayangkan pesan singkat itu memuat gambarmu
Sepah dari keacuhan sikapmu dulu
Tahu kenapa waktu tak ijinkan air mata mengalir dipipimu
Sebab hari ini kita akan pergi bersama
Kau pergi ketempat paling jauh dari punggungku
Aku pergi ketempat paling jauh dari punggungmu
Dan aku tiba diperbatasan antara alismu dan rindu
Karya: Ardyon Steville