doc. Internet |
Dalam tiga tahun ini, telah berlangsung komunitas Jamiyyah Maulid Kubra bekerjasama dengan Obrolan Santri Rembang. komunitas ini selain dapat menjadi jembatan para pembaca shalawat pada level nasional, juga berhasil menjebol semangat semua kalangan masyarakat rembang terhadap shalawat Nabi. Karenanya, pada hari santri nasional, komunitas JMK-OS selalu menjadi hamparan semangat peringatan hari hari besar Islam dan hari santri nasional.
Hal ini ditunjukkan JMK-OS pada acara Maulid yang sangat meriah dan mengundang semangat masyarakat untuk menghadirinya. Acara ini diadakan oleh JMK-OS pada edisi 46 di PP. Bait As Shuffah An Nahdliyah desa Njumput-Sidorejo Kec. Pamotan Kab. Rembang, diasuh oleh Kang Ubaidillah Achmad, yang juga menjadi dosen UIN Walisongo Semarang.
Yang menarik dalam acara Maulid ini, telah didesain tidak seperti biasanya, yang bersifat langsung satu arah sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh para penceramah di kota kota besar dan Desa. Dalam acara maulid ini selain mengutamakan program pembacaan Maulid dengan diiringi khadrah kepada Nabi Muhammad, juga diikuti pentas musikalisasi puisi, pentas dalang Ki Sigit Ariyanto, dan tarisufi dari Mahasiswi IAIN Kudus.
Yang tidak kalah menarik dari acara ini, telah dibuka forum refleksi normatif dan historis tentang cahaya kenabian Nabi Muhammad yang melibatkan para santri, kiai muda dan budayawan. Berikut ini hasil diskusi, yang terhimpun dan dapat dibagikan kepada publik atau pembaca :
Cawan Kenabian
Dalam sub ini, penulis memilih dua kata seperti di atas, karena alasan filosofis. penggunaan kata cawan, penulis maksudkan sebagai bejana yang tersuci di antara segala bejana. Cawan ini bisa menjadi piala penghargaan yang berisi anggur kenabian yang dapat membentuk kesadaran hidup umat manusia, baik kesadaran hidup berelasi dengan Allah dan berelasi dengan setiap unsur kesemestaan.
Sehubungan dengan cawan kenabian di atas, cawan kenabian Nabi Muhammad ini, telah memantulkan sinar cahaya Al Mustafa Muhammad bersamaan dengan cahaya ilahiyah yang memancar dari cahaya Nabi Nabi sebelumnya. Setiap maulid Nabi di baca, cawan ini hadir secara spiritual yang bisa diteguk oleh para pembaca burdah dan shalawat kepada Al Musthafa Muhammad. Tidak hanya para santri, masyarakat dari semua pengikut agama selain agama Islam pun, juga merasakan sejuk shalawat bersamaan kehadiran cawan di hadapan sang pecinta Nabi Muhammad: shallu 'ala An Nabi Muhammad.
Mengapa cawan kenabian ini identik dengan kenabian Nabi Muhammad? alasannya, semua nabi menitipkan cahaya itu pada cawan Muhammad yang telah menjadi piala untuk kemanusiaan dan peradaban umat manusia yang terukir dan terjaga oleh ribuan malaikat bumi dan langit atas perintah Allah Jalla Jalaluhu. Meski wujud cawan ini menjadi pemandangan yang diselimuti cahaya besar, yang sulit dilihat mata telanjang umat manusia, namun hati yang menerima cahaya Muhammad dan merasakannya akan menunduk haru dan meneteskan air mata kebahagiaan. Karena membaca shalawat itu akan membantu menangkap kehadiran Nabi Muhammad yang diselimuti kilau cahaya bersama keagungan Allah Jalla Jalaluhu.
Maulid Untuk Pembebasan Dan Pencerahan
Maulid (Jawa: Mulud) selalu menjadi bulan istimewa. Bahkan barangkali paling istimewa. Di bulan ini, kita mengingat-kembali kelahiran manusia agung, yakni: Muhammad (Saw). Mengingat bukan demi untuk pengingatan itu sendiri, tetapi demi melahirkan-kembali kehadiran Nabi di dalam setiap hati nurani.
Sesuai artinya, maulid adalah momentum kelahiran, semacam situasi ketika-dan-dimana ada yang muncul-lahir dari satu alam menuju alam lain; dari alam rahim yang gelap nan sempit menuju alam nyata yang terang benderang. Berbeda dengan maulid untuk manusia pada umumnya, maulid Nabi Al Mustafa untuk menyinari hati umat manusia di dunia, agar mengenal hakikat kehidupan dunia untuk akhirat. Di akhirat inilah, seluruh umat manusia yang menerima dan terhantarkan cahaya Nabi Muhammad dapat berjumpa Allah. Tidak ada yang membahagian kelak di akhirat selain berjumpa dengan Al Khaliq.
Oleh karena itu, para pengikut Nabi Muhammad tidak perlu risau bersahabat dengan komunitas siapapun dan berada di lingkungan tradisi mana pun, karena cahaya yang dipancarkan Nabi Muhammad sangat terang dan berkilau menyinari seluruh hati umat manusia. Hal ini akan memudahkan umat Nabi Muhammad bergaul dan saling mengenal dengan berbagai variasi masyarakat yang beragam, bersuku, dan berkelompok sesuai dengan pilihannya masing masing.
Jadi, kelahiran Nabi Muhammad, adalah kelahiran yang mengisi ruang ide, ajaran, tradisi dan kebudayaan masyarakat. Semuanya terlahir dari momen kelahiran, namun kelahiran Nabi akan mengantarkan kelahiran seluruh makhluk Allah. Jika ditamtsilkan, setiap kelahiran selalu didahului oleh "pertemuan-lintas-batas". Islam sebagai ajaran wahyu samawi yang suci, dari hadirat hikmah ilahiyah, mengalami pertemuan-lintas-batas dengan produk sejarah bernama "Nusantara". Lahir-lah kemudian tradisi dan peradaban Islam Nusantara. Hal ini terjadi, karena cahaya habibil musthafa Muhammad.
Seperti halnya kelahiran Muhammad sebagai Nabi. Kelahiran ini menandai pertemuan-lintas-batas antara hikmah ilahiyah dalam "sebungkus paket" wahyu [yang dibawa Jibril] dengan sesosok pribadi Muhammad (Saw.) sebagai seorang Nabi.
Barangkali ini akan membawa kita pada perbincangan hangat tentang keistimewaan Muhammad (Saw.) hingga namanya selalu dikenang hampir setiap saat; dalam setiap salam hormat di setiap takhiyyat.
Memang secara mitis dan i'tiqadi, Nabi (Saw.) adalah Rasulullah, utusan Allah. Dan kita gak perlu mempertanyakan kenapa begini dan begitu dengan segala tetek bengeknya. Yakini saja Muhammad sebagai seorang utusan dari langit, kerjakan perintahnya, selesai perkara. Tapi apakah cukup?
Makna "pertemuan lintas-batas" dalam istilah "Maulid" menunjukkan betapa peradaban manusia belum berhenti. Selalu ada yang-lahir lalu mati. Zaman masih mengalir dengan membawa, di dalam arusnya, segala peristiwa. Antara budaya satu dengan budaya lain saling bertemu. Ada pola-pola dialektika dimana satu sama lain saling memberi warna. Kita seperti sedang ngumpul ngopi dalam satu ajang pertemuan besar yang tanpa kesudahan, dimana ide-ide senantiasa lahir-dan-mati mengalir tiada henti.
Boleh-lah kita melontarkan tanya: di manakah Sang Nabi yang namanya selalu diseru setiap hari?
Sang Nabi ada di setiap altar suci di dalam hati, yakni: hati nurani orang-orang yang dengan keluasan rohaninya mengikhlaskan hati untuk disinggahi hadirat Nabi (Saw.). Mereka inilah yang zahir-batin kehidupannya bergembira dalam pertemuan-pertemuan lintas-batas menikmati suguhan hangat dari Cawan Muhammad (Saw). Inilah tanda bahwa. peradaban manusia belum berhenti. Sampai tiba waktunya ia disudahi. Ajaran samawi nan suci masih mengalir, bersama hadirat Sang Nabi, di seluruh sendi-sendi kehidupan ini.
Untuk tujuan dan misi apa Sang Nabi (Saw.) harus lahir ke dunia? Muhammad (Saw.) memang seorang utusan ilahi. Tapi ia adalah sosok manusia. Perannya seperti seorang pelukis. Melukis semesta kebenaran. Dan kita menjadi pengagum yang sibuk menafsir lukisannya. Tidak! Bahkan kita adalah bagian dari goresan kuasnya. Alhamdulillah. Kelak kita akan bersaksi bahwa kita adalah bagian dari karya besar seorang maestro semesta!
Muhammad (Saw.) juga memerankan dirinya mirip komposer musik. Dan kita menari tiada henti mengikuti permainan orkestra-nya. Tidak! Bahkan setiap diri kita menjadi satuan not yang tak terhitung jumlahnya, mendendangkan musik kosmik tentang keagungan Sang Pencipta.
Inilah Muhammad (Saw.), yang namanya selalu disebut setiap saat. Inilah Muhammad Sang Nabi, yang kemunculannya dirindukan oleh setiap hati nurani. Inilah Muhammad (Saw.) yang cawan-cawan suguhan hangatnya selalu bikin ketagihan setiap umat. Inilah Muhammad (Saw.), yang kehadirannya menandai setiap pertemuan lintas-batas pada diri-diri para pencari.
Jika demikian, untuk apa kita gundah gulana? Mari kita terima dengan lapang dada, seruput hikmahnya, nikmati kehangatannya, mari bernyanyi dan menari dalam deru rindu-puji untuk Sang Nabi. Allahumma sholli wa sallim afdholas sholati wat taslim 'ala sayyidina wa nabiyyina Muhammadin ar-rouuufir rokhiim.
Oleh: Muhammad Tijani, Aktivis komunitas JMK-OS dan Budaya Masyarakat Rembang.
Tags
Wacana