Sajak Gelisahku:
Arteria Dahlan, Seruanmu Itu Berkata
Bangsat
: Ubaidillah Achmad
Hai, Arteria, kau itu siapa, berkata
bangsat, kursimu yang kau hiasi kata bangsat, bahkan kau tidak mengira apa itu
arti kata bangsat! Partaimu PDIP tidak mengira, kau itu berkehendak apa kok
berkata bangsat. Kau kotori rakyat yang memilihmu dengan suaramu suara bangsat.
Kau serukan di tengah Rapat Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung, Rabu,
28/03/2018, dengan kumandang bangsat. Suaramu ada kata bangsat menandai ruang
komisi III DPR RI, adalah peristiwa gemuruh bangsat hingga terdengar telinga
rakyat negeri ini,
Siapa yang menjadi korban kotoran mulut
suara bangsat? Wajahmu yang bermulut suara bangsat? Sidang komisi yang agung
yang mengundangmu untuk bersuara bangsat? Ingat, suara bangsat itu dari
lisanmu, yang terdengar suara bangsat! Lisanmu itu, telah menyematkan kata
bangsat sebagai wujud energi negatif yang keluar dari dirimu.
Hai, Arteria, haruskah seorang politikus
itu biar berwibawa harus bersuara bangsat? Haruskah untuk bisa mengatakan
bangsat musti harus menjadi DPR RI? haruskah untuk bersuara bangsat itu, harus
menginap di perumahan Rakyat yang dibangun megah untuk kata penting yang engkau
serukan dengan seru kata bangsat?
Hai, Arteria, tidakkah engkau melihat rakyatmu,
yang membanting tulang dan memeras keringat, namun kau kotori dengan suara
bangsat. Partaimu yang menjadi harapan rakyat, kau kotori dengan harapan dan
kehendak bersuara bangsat. Bahkan, bangsa kita, Indonesia, kau perdengarkan
dengan contoh pendidikan untuk berkata kotor: katamu itu berkata bangsat atau
bangsat itu berkata katamu!!
Hai, Arteria, ingatlah, negeri kita,
Indonesia telah diperjuangkan oleh para pahlawan yang gugur di medan perang
untuk mempertahankan karakter bangsa, etika bangsa, nilai luhur bangsa dan adat
serta tradisi yang mulia, namun apa katamu, yang kini mewakili hati rakyat,
ternyata kau isi dengan kata kata, yang bukan kata kata seorang bangsawan dan
negarawan atau yang bukan didikan dari suara suci ibu pertiwi.
Jika katamu berkata bangsat, kau suarakan
sendiri di tengah sepi dan kesunyian, tentu tidak berarti bagi bangsa ini,
namun karena kau katakan pada sidang suci, di tengah kau harus berkata baik,
berkata jujur, dan berkata untuk rakyatmu. Ternyata, sebaliknya, hanya satau
kata katamu berkata bangsat, telah menghapus ketulusan rakyat yang baik hati
dan mulia.
Hai, Arteria, katamu berkata kata bangsat
atau bangsat itu kata katamu berkata? Ingat kata bangsat itu bukan kata kata
yang luhur dan mulia, tidak sikap, perilaku dan kata kata seorang anggota DPR
RI. Katamu itu berkata bangsat, adalah tidak teladan bagi rakyat.
Hai, Arteria, Katamu itu menodai Majelis
Kehormatan DPR RI, karena kau bagian dari keanggotaan DPR RI. Badan legislatif
itu mulia bagi rakyat, namun menjadi ruang mengecewakan berdasar kata katamu
dari kata bangsat.
Rakyat Sudah Tidak Peduli
Hai, Arteria, kini rakyat tidak peduli,
apakah kau akan minta maaf atau tidak, minta maaf dengan mengaku salah atau
tidak, mengaku salah tanpa minta maaf atau tidak, adalah sudah tidak menjadi
adegan yang ditunggu tunggu, karena apa arti kata bangsat sudah dilupakan
rakyat dan masyarakat. Katamu dengan kata bangsat itu sudah tidak bernilai bagi
rakyat, meski ibarat kata berkata bangsat bernilai bagimu, tetap saja rakyat
lebih memilih seseka air dan sesuap nasi untuk anak anak mereka yang sehari
belum makan atau makan dengan penuh keterbatasan.
Hai, Arteria, kini rakyat sudah tidak
peduli, apakah kamu malu atau tidak dengan kata katamu berkata bangsat? rakyat
tidak peduli, apakah kamu malu atau tidak punya malu dihadapan anak, istri,
orang tua, tetangga, masyarakat dan partaimu? rakyat sudah tidak peduli, apakah
kamu itu akan memasang fotomu dengan katamu yang berkata bangsat menjadi
berubah, "jangan berkata kata bangsat". Apa sajalah yang akan kau
perbuat, kau punya hak membiarkan katamu berkata bangsat atau mencabut katamu
berkata bangsat.
Hai, Arteria, rakyat juga sudah tidak mau
tahu, apakah ada penyesalan hingga sedih menggoncang akibat kata katamu berkata
bangsat, atau kau berjalan dan berhias senyum yang pernah berkata bangsat.
Rakyat juga sudah tidak akan memperdulikan perkembangan kedewasaan dan upaya
kamu belajar dari pengalaman berkata kata bangsat.
Hai, Arteria, ingatlah, kata katamu bangsat
akan menetaskan buah, karena seringkali kita dengarkan,"siapa yang menanam
biji akan memetik buahnya". Jika biji itu baik, maka buahnya akan baik.
Jika biji itu jelek, maka buahnya akan jelek. Pintaku, anak negerimu, tanamlah
biji bijian yang baik di negeri ini, jangan engkau tanami tanah negeri ini,
dengan biji dari kata katamu berkata bangsat.
Ubaidillah Achmad, Penulis Buku Islam Geger
Kendeng dan Suluk Kiai Cebolek, tinggal di desa Njumput-Sidorejo Pamotan
Rembang
Sumber ilustrasi: dokumen LPM Edukasi