Doc. Edukasi |
“Kundera
juga bertanggungjawab dengan memberi pencerahan-pencerahan filosofis yang
terkadang sulit dipahami. Ia menyajikan filsafat dalam percakapan-percakapan
antar tokoh sehingga terdengar jujur dan tidak menggurui. Selain itu,
masalah-masalah pribadi yang terdengar sederhana namun begitu kompleks dengan
alur yang terkadang melompat.”
***
Apa yang terlintas di
benak jika mendengar kata sederhana? Sepele? Remeh-temeh? Mungkin sesuatu yang
kecil dan tidak penting akan terpikirkan. Sesuatu yang sama sekali tidak
berpengaruh apa-apa terhadap apa pun. Pernah membayangkan sesuatu yang remeh
menjadi sesuatu yang menarik?
Milan
Kundera menyajikan keremeh-temehan ini dalam sebuah novel terbarunya. La
fête de l'insignifiance atau diterjemahkan sebagai Pesta Remeh-Temeh berisi
sekumpul lelucon-filosofis-sarkas yang menghibur. Meminjam perkataan Eka Kurniawan,
mungkin novel ini cocok untuk Anda yang tidak dianggap.
Sepele
yang Serius
Cerita digerakkan
oleh Alain, Caliban, Charles, dan Ramon yang masing-masing menghadapi
permasalahannya masing-masing. Kundera menyuguhkan hal yang lazim dilupakan
oleh orang-orang, seperti pusar. Apa yang terlintas ketika mendengar kata pusar
dan payudara? Mana yang lebih ‘menantang’ Anda?
Saya
berani bertaruh kata kedua membuat Anda merenung lebih lama, bahkan lebih
dalam. Berbeda dengan Anda, Kundera, melalui Alain menjadikan pusar sebagai
suatu daya tarik. Satu bahan perenungan menggelitik yang tak terpikirkan oleh
kita. Ketika kita telah dewasa dan mengetahui bahwa semua pusar sama saja, lalu
apa sisi menariknya? Pertanyaan yang harus Anda jawab dengan membaca buku ini.
Kundera
juga menyajikan olok-olokan terhadap rezim Soviet. Entah nyata atau maya,
kelakar Stalin yang tertulis pada memoar Khruschev cukup bodoh. Keberhasilan
Stalin membuat para kameradnya jengkel dan mengamuk di hadapan urinoir bukanlah
lelucon yang mirip seperti D’Ardelo lakukan di hadapan orang lain— moralis,
optimis, santun— melainkan lelucon receh yang oleh kameradnya dianggap omong
kosong.Tidak ada yang tertawa terhadap lelucon ini
kecuali Stalin sendiri. Kisah soal Kaliningrad— kota kelahiran Kant yang
namanya diambil dari nama seorang kamerad Stalin, Kalinin. Padahal, nama
Kalinin lebih remeh ketimbang nama Pushkin, Chekov, dan Tolstoy. Lalu apa
alasan Stalin memilih nama Kalinin?
Namun,
dibalik segala kelakar yang tertulis di novel ini, Kundera juga
bertanggungjawab dengan memberi pencerahan-pencerahan filosofis yang terkadang
sulit dipahami. Ia menyajikan filsafat dalam percakapan-percakapan antar tokoh
sehingga terdengar jujur dan tidak menggurui. Selain itu, masalah-masalah
pribadi yang terdengar sederhana namun begitu kompleks dengan alur yang
terkadang melompat.
Saya
tidak akan menyajikan yang lebih dari ini. Jika ingin tahu, lebih baik Anda
segera membeli satu dan membacanya. Atau tidak sama sekali. Toh, novel ini
hanya upaya merayakan kehidupan yang begitu remeh-temeh.
Judul :
Pesta Remeh-Temeh
Penulis :
Milan Kundera
Penerjemah :
Lutfi Mardiansyah
Tahun terbit :
2017
Penerbit :
Trubadur
Jumlah halaman :
131 halaman
ISBN :
978-602-50034-7-9
Peresensi : A.A. Prayoga
Tags
Resensi