Dok. Edukasi |
"Ketika seorang anak kecil bisa menerbangkan sebuah bus gendut dan membuat puluhan bahkan ratusan ikan keluar dari kodratnya, apakah yang seperti itu ada dalam dunia nyata?"
Saya tidak langsung
tertarik pada novel ‘Semua Ikan di Langit’ ketika saya melihatnya di salah satu
rak di toko buku. Meski tahu novel ini merupakan pemenang Sayembara Novel Dewan
Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2016, saya baru selesai membacanya di tahun 2018
setelah memutuskan untuk meminjam dari seorang teman di tahun yang sama.
Tanpa
berpikir keras, siapa pun yang membacanya pasti akan langsung mengenali konsep
ketuhanan yang dijadikan garis besar cerita dalam novel ini. Novel ini
mengisahkan tentang sebuah bus Damri yang diajak jalan-jalan oleh seorang anak
kecil dengan mantel yang kebesaran, yang ia sebut sebagai ‘Beliau’ bersama
banyak ikan julung-julung. Mereka tidak berjalan di atas aspal, melainkan
terbang. Ikan-ikan yang terbang? Ya, bahkan bus pun juga ikut terbang!
Konsep
Ketuhanan
Novel ini
mungkin terasa seperti kisah-kisah epik kuno seperti Odyssey atau bahkan
Gilgamesh, namun harus dipaksakan jika novel ini harus disejajarkan dengan
karya-karya epik tersebut. Novel ini memiliki unsur surealisme yang menjadi
bahan bakar utamanya. Unsur penciptaan yang digunakan penulis bisa dikatakan
telah terlepas dari unsur realisme. Ketika seorang anak kecil bisa menerbangkan
sebuah bus gendut dan membuat puluhan bahkan ratusan ikan keluar dari
kodratnya, apakah yang seperti itu ada dalam dunia nyata?
Meski
memiliki konsep sureal yang bagus, konsep ketuhanan yang ada dalam novel ini
sempit dan dangkal. Tidak perlu berpikir keras untuk mengenali adanya
peminjaman kisah kaum nabi Luth, Lahul Mahfuz, dan kebangkitan Dajjal. Dengan
mudahnya, pembaca akan mengetahui dari mana kisah-kisah ini diambil. Tentu
terasa tidak mengejutkan, mengingat ada yang mengatakan sang penulis hanya
menghabiskan tiga minggu untuk menyelesaikan novel ini.
Namun,
terlepas dari itu semua, saya membaca novel ini dengan mengasingkan konsep
ketuhanan di dalamnya dan menganggap karya ini adalah sebuah dongeng sureal
yang memukau. Novel ini berhasil membuat saya berimajinasi dan berpikir tentang
amanat yang ada di dalamnya meski terasa menggurui. Gaya bahasa yang disajikan
pun tak berat, persis seperti dongeng yang biasa dibacakan seorang ibu pada
anaknya. Nyaris tak ada perbedaan cara berbahasa pada tokoh-tokoh di novel ini.
Tapi entahlah, karena saya tak paham dan masih tak paham tentang perkataan
dewan juri Sayembara di sampul belakang.
Saya yakin,
meski tanpa konflik yang memukau, novel ‘Semua Ikan di Langit’ pantas menjadi
sebuah bacaan menghibur dan mengingat tentang Tuhan.
Judul : Semua Ikan di Langit
Penulis : Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie
Tahun terbit : 2017
Penerbit : Grasindo
Jumlah halaman : 262 halaman
ISBN : 978-602-37580-6-7
Peresensi : A. A. Prayoga
Tags
Resensi