Para pekerja media turun aksi, Rabu (01/05) |
Semarang, EdukasiOnline.com
–Tanpa adanya kejelasan, pada hari Selasa (30/04) tepat sehari sebelum
peringatan May Day 2019, Abdul Munif, seorang wartawan Suara Merdeka
dipecat. Ia diberhentikan sepihak tanpa pemenuhan hak-hak normatif sesuai
Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Diwakili oleh Serikat Pekerja Media Suara Merdeka (SPM-SM), Munif mengadukan
persoalan tersebut kepada Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah,
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dan Perhimpunan Bantuan Hukum
dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jawa Tengah pada Selasa (30/4/2019)
malam.
Bukan hanya itu,
dukungan solidaritas dari para jurnalis media daring maupun cetak, bahkan
Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) kota Semarang pun ikut ambil
bagian. Tepat pada peringatan May Day, hari Rabu (01/05) para jurnalis
tersebut turun aksi.
Dengan membentangkan
spanduk MMT bertulis “Darurat Pekerja Media” dan mengampanyekan
tolak PHK sepihak, mereka
melakukan Long March dari Tugu Muda Semarang menuju
Gedung Menara Suara Merdeka di Jalan Pandanaran Nomor 30 Semarang.
Long March yang dilakukan oleh para jurnalis di Semarang, Rabu (01/05) |
Sesampainya mereka di
depan Gedung Menara Suara Merdeka, banyak sekuriti yang telah berjaga di pintu
gerbang. Hal tersebut tidak membuat para jurnalis diam. “Tolak
PHK sepihak!" teriak salah satu orator.
Abdul Mughis, Ketua SPLM Jawa Tengah mengecam
keras kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh
manajemen Suara Merdeka terhadap Munif. “Keputusan PHK sepihak yang dijatuhkan kepada
saudara Munif merupakan bentuk arogansi pengelola media. Tentu, hal itu menjadi
pelanggaran karena tanpa melewati mekanisme Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Kesalahan Munif apa? Tidak jelas. Termasuk tidak pernah mendapat peringatan sebelumnya,"
tegasnya.
Oleh sebab itu, SPM-SM, SPLM Jawa Tengah, AJI Kota Semarang dan PBHI Jawa Tengah bersama PPMI Kota
Semarang, mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali Kota Semarang
Hendrar Prihadi dan Dinas Ketenagakerjaan, menindak tegas perusahaan media yang melanggar
Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Sejauh ini menurut Abdul Mughis, peran pemerintah mandul
dalam hal menangani kasus ketenagakerjaan.
"Sebelumnya,
kurang lebih 93 karyawan PT Masscom Graphy (MG) juga dirumahkan pada 1 Mei 2018
lalu. Nasib karyawan perusahaan percetakan Suara Merdeka Group ini telah
berkali ulang melakukan negosiasi. Namun hingga sekarang belum menuai titik
temu dan tidak ada kejelasan," katanya.
Bukan hanya itu,
sebagai Ketua AJI Semarang, Edi Faisol menjelaskan bahwa ada dua media besar
yang melanggar norma perburuhan yang merugikan para pekerjanya.
“Kedua perusahaan
media cetak itu salah satunya harian Wawasan yang sudah tak terbit sekitar tiga
pekan, perusahaan tersebut tak membayar upah, apa lagi pesangon ke pekerjanya”,
terang Edi Faisol.
Satu perusahaan lagi
yang dimaksud Edi adalah Suara Merdeka, yang sering telat membayar upah para
pekerjanya. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 90 ayat (1)
dijelaskan bahwa perusahaan yang tidak membayarkan gaji sesuai UMK bakal kena
sanksi administratasi.
“Bagi perusahaan yang
menggaji buruh tidak sesuai UMK bisa dikenakan sangsi pidana paling lambat 1
tahun dan paling lama 4 tahun beserta denda sebesar Rp100-400 juta”, jelas Kepala
Dinas
Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Jawa Tengah, Wika Bintang.
Disnaker Jateng
mencatat, di tahun 2018 ada 437 perusahaan yang melanggar pemenuhan Upah
Minimum Kerja (UMK) dari 3.122 ribu perusahaan yang diperikasa.
Ia pun menambahkan
bahwa Disnaker mempersilakan masyarakat untuk melaporkan pengaduannya, selama
24 jam kepada Disnaker.
“Saya minta pekerja
yang dirugikan segera datang ke Disnaker agar dapat kami tindak lanjuti,”
tandasnya. (Edu_On/nil)
Tags
Berita