Pamflet daring talk. Dok. Mega/edu |
Semarang, lpmedukasi.com – Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen Pendidikan Islam (MPI) UIN Walisongo Semarang mengadakan sebuah acara Daring Talk dengan tema "Kebijkaan dan Manajemen Pendidikan, Di Tengah Pendemi Covid-19" pada senin (27/4).
Acara ini dipantik oleh ketua Sema-Universitas UIN Walisongo Semarang yaitu Rizal Alfian Achmad. Acara ini bertujuan sebagai wadah mahasiswa UIN Walisongo khususnya Menejemen Pendidikan Islam untuk menyampaikan keresahan akan dunia pendidikan khususnya di Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
“Kami menyelenggarakan acara ini karena adanya keresahan akibat dari Covid-19 yang menyebabkan kerancauan dalam dunia pendidikan. Dengan adanya keresahan ini maka kami HMJ MPI mencoba untuk mengadakan sebuah diskusi untuk mengetahui keinginan dari teman-teman sendiri,” Ujar Abdul Aziz selaku ketua HMJ MPI.
Salah satu yg dibicirakan dalam forum Daring Talk ini adalah tentang pola komunikasi dan kebijakan antarlembaga pendidikan terutama membicarakan kemntrian agama yang menaungi PTKIN.
“Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan fokus dalam pengelolaan sekolah-sekolah umum non keagamaan, Kemenristekdikti fokus pada pendidikan tinggi. Sedangkan Kementrian agama tidak hanya fokus pada pendidikan saja, ada banyak unsur yang dikelola oleh Kemenag, contohnya persoalan mengenai haji dan umroh, bimbingan islam, dan masih banyak unsur pengelolaan lainnya. Dan dalam hal Pendidikan Islam (Pendis) tersendiri Kemenag terdapat pengelolaan terhadap Pendidikan Pondok Pesantren dan juga Pendidikan Madrasah. UIN (Universitas Islam Negeri), STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam), IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan Madrasah berada di bawah naungan Kemenag. Dan fokus pengembangan pendidikan untuk di bawah Kemenag hanya mendapatkan sebesar 20% dari pembidangan pengembangan pendidikan dari Kemendikbud. Hal ini institusi pendidikan Islam sudah diatur oleh Kemenag,” Papar Rizal
Polemik Kuota Internet Selama kuliah Daring
Berbagai masalah yang dialami mahasiswa ketika sedang melakukan kuliah daring tentu tak luput dari sorotan dalam diskusi, ketika mereka telah memberikan kewajiban mereka yakni dengan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara penuh selama satu semester namun belum diimbangi dengan fasilitas yang diberikan, mahasiswa merasa terbebani oleh pembelian kuota Internet.
“Kebijakan belajar di rumah yang saat ini diberlakukan tidak dibarengi dengan sebuah solusi guna menggantikan peran guru dalam proses belajar mengajar secara tatap muka. Dan dirasa belum ada solusi yang lebih efektif untuk menunjang belajar mengajar. Namun menurut saya pribadi, yang manjadi solusi satu-satunya saat ini agar pendidikan di Indonesia tetap berjalan adalah belajar dari rumah di masa pandemi, dan untuk masalah kuota kita tidak bisa menyeragamkan untuk hal tersebut. Untuk instansi swasta mereka memiliki hak tersendiri untuk mengambalikan uang siswanya, sedangkan urusan pembiayaan pada instansi negeri ada di tangan pemerintah pusat dalam hal pengelolaannya. Sehingga tidak bisa dengan mudah bagi instansi pendidikan negeri dalam hal pengembalian UKT mahasiswa ataupun pemberian subsidi kuota,” Ujar Rizal menanggapi salah satu pertanyaan yang di lontarkan peserta diskusi.
Riyas Amir, salah satu peserta diskusi juga mengatakan hal senada. Ia berpendapat dalam kebijakan ini harus ditambahkan opsi yakni memberikan bantuan kepada mahasiswa kalangan ekonomi menengah ke bawah. Dan saling bahu membahu untuk melawan Covid-19 agar pelaksanaan pendidikan Indonesia tetap berjalan secara efeketif ditengah pandemi.
Penulis : Mega
Editor : Fadzlul
Tags
Berita