Saat Ayah berkata bahwa nilai
raportku tidak seimbang. Aku sedih, padahal Nilai mata pelajaran umumku seperti
ipa, ips dan bahasa inggrisku baik. Namun, tidak dengan nilai agamaku, bahkan
guruku berkata kalau nilai agamaku tetap masih buruk aku terancam tidak naik
kelas.
“Ayah akan
menyekolahkanmu ke pesantren kilat Rio, kamu harus mau”.
“Tapi Ayah...”
Belum selesai aku bicara ayah memotong
pembicaraanku.
“Ayah tidak mau
tahu, besok ayah akan mendaftarkanmu ke pak ustaz”.
Malamnya aku tidak bisa tidur karena
memikirkan bagaimana nasibku besok di pesantren kilat. Aku pasti mengantuk
mendengar orang mengaji seperti pada umumnya di masjid yang kebanyakan orang malah
mengantuk saat pengajian berlangsung.
***
Keesokan harinya
aku datang ke pesantren kilat diantar kakakku. Sesampai disana aku melihat banyak
sekali anak TK.
“ Kak, masa aku belajar
dengan anak TK?” tanyaku dengan kesal.
“Memangnya kenapa?
Kamu malu ya?” ledeknya.
Saat pelajaran
sedang berlangsung, tiba-tiba Ucup dan Dadang melihatku di Pesantren kilat.
Dadang bersiul dengan tujuan memanggilku. Aku
membuat alasan sakit perut dan izin untuk pergi ke toilet dan pak ustaz
pun membolehkannya. Aku keluar dan segera menemui Ucup dan Dadang.
“ Aku malas
disini, kita ke bermain di lapangan saja.”
Kami pun pergi ke Lapangan untuk bermain layangan.
“Rio, kamu kok
malah disini? Bukannya kamu ikut pesantren kilat ya? Tanya aisyah yang
mengejutkanku”.
“Kamu ganggu saja
Aisyah, suka-suka aku. Mending kamu pergi saja”.
Hari mulai sore,
aku dan kawan-kawanku memutuskan kembali. Setelah sampai di rumah. Ternyata,
ayah sudah pulang. Padahal ayahku biasa pulang larut malam karena sibuk di
kantornya.
“Kamu darimana
Rio?”
“A..ku dari
pesantren ki..lat yah,” jawabku dengan terbata-bata.
“Kamu jangan
bohong, ayah tahu kamu bolos dari pesantren kilat kan?”
“Rio malu yah,
teman teman rio anak TK semua,” aku mulai jujur.
“Ayah tidak mau
tahu alasanmu, kamu ayah hukum. Uang sakumu ayah potong”.
“Ayah tidak adil,
ayah terlalu sibuk bekerja sampai lupa Rio, rio benci ayah,” aku berlari menuju
kamar.
Namun, ayah tidak
mengejarku. Entah apa yang dipikirkan ayah. Aku benar-benar kesal dengan ayah.
***
Di sekolah pada
jam istirahat, Aisyah menghampiriku yang duduk termenung di bawah pohon dekat
kantin.
“Rio, kamu
kenapa?”.
“Aku sedih ayah
menghukumku karena aku bolos di pesantren kilat kemarin”.
“Memangnya kenapa
kamu bolos?”
“Aku tidak suka,
teman temanku anak TK semua”.
“Yasudah begini
saja, sepulang sekolah kamu ke rumahku. Nanti aku ajarkan hafalan doa untuk
ujian agama minggu depan.”
“Terima kasih
aisyah”.
Sepulang sekolah, aku pulang ke rumah
untuk makan siang dan ganti baju. Lalu aku izin kepada kakak untuk pergi ke
rumah Aisyah.
“Rio, akhirnya
kamu datang juga” sambutnya dengan tersenyum.
“Iya aku ingin
lulus ujian agama. Sekarang ajarkan aku menghafal doa sehari-hari untuk ujian
minggu depan”.
Aisyah menyodorkan
sebuah buku kecil yang di covernya bertulis “BACAAN DOA
SEHARI-HARI.”
“Apa ini”.
“Kamu hafalkan
saja, dibuku ini ada doa mau makan, doa buang hajat, doa hendak tidur dan masih
banyak lagi”.
“Terima kasih
aisyah, ini sangat membantu”.
“Selain menghafal,
kamu juga harus mempraktekannya langsung. Kamu harus menghafalkan setiap hari
jika kamu ingin cepat hafal”.
Aku hanya
mengangguk.
Setelah aku pulang
dari rumah Aisyah, aku berjanji akan menghafalkannya setiap hari.
***
Saat jam makan
malam tiba, dan semua keluargaku berkumpul di ruang makan. Aku teringat pesan
aisyah bahwa jangan sekedar menghafalkan tapi mempraktekannya juga.
“
Bismillahirohmanirohim, bismika Allahummaahya wabismikaawaamutu.”
Setelah aku
membaca doa itu sontak kakak dan ibuku tertawa terbahak-bahak. Aku jadi
bingung.
“Kamu salah baca
doa sayang, itu doa hendak tidur” ibuku.
“Bukannya doa
hendak tidur itu Allahuma bariklana fimmarozaqtana wakina adabannar.”
Mereka tambah
terkekeh-kekeh.
“Doa yang kamu
baca tertukar rio, tadi yang kamu baca pertama itu doa hendak tidur. Sedangkan,
yang kamu baca yang terakhir itu doa mau makan.”
Aku
tersipu malu. Namun, ayahku mulai melotot kearahku.
***
Hari mulai
berganti, tanpa sadar hari ini adalah hari ujian agamaku. Tentunya, aku sudah
siap.
Ketika di kelas,
banyak teman-teman yang lulus. Aku sempat ragu takut tertukar seperti
kemarin-kemarin. Tapi, aisyah menyemangatiku untuk tetap tenang. Saat namaku
dipanggil aku tidak ragu-ragu untuk maju di depan guru.
Saat bu guru
menyuruhku membaca doa buang hajat dan doa bercermin. Aku sempat lupa sehingga
tidak lancar tapi, aku tetap dapat menyelesaikan doaku sampai akhir dan aku
langsung dinyatakan lulus.
Aku sangat bahagia ketika dinyatakan lulus, ini semua berkat kerja kerasku sendiri dan dukungan dari keluargaku dan aisyah. Sekarang, aku hafal doa sehari-hari dan tidak ada lagi yang mengejekku karena aku tertukar membaca doa.
Penulis : Rif'ati Ihsan