Tulisan ini adalah luapan rasa bingung saya sebagai
mahasiswa terhadap sikap Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Walisongo
Semarang terhadap problematik pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang
sudah di teken presiden Joko Widodo pada 2 November 2020.
Jadi begini, beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Jumat (6/11) ketua
Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo (DEMA UIN)
Walisongo Semarang, di perintahkan oleh staf khusus atau staf sus Presiden
Republik Indonesia, Aminuddin Maruf untuk datang ke Istana Negara.
Hal itu tertuang dalam Surat Perintah Nomor Sprint-054/SKP-AM/11/2020 yang
ditandatangani Aminuddin pada 5 November 2020.
Dalam surat itu juga disebutkan "Memerintahkan kepada (sembilan nama)
untuk menghadiri pertemuan staf khusus presiden RI bersama DEMA PTKIN
Se-Indonesia dalam rangka penyerahan rekomendasi sikap terkait Omnibus
Law."
Dengan demikian sampai sini sudah sedikit ada kejelasan tentang tujuan Rubaith,
selaku ketua DEMA UIN Walisongo Semarang di perintah oleh staf sus Presiden RI
adalah untuk memberikan "rekomendasi sikap terkait Omnibus Law"
kepada staf sus Presiden RI.
Sikap DEMA UIN Walisongo Terhadap Omnibus Law
Saya adalah mahasiswa UIN Walisongo Semarang yang hampir setiap hari membuka
media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Di saat media sosial
marak memberitakan tentang Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law, sampai trending
tagar #BatalkanOmnibusLaw dan lainnya. Serta lembaga-lembaga mahasiswa di
berbagai kampus mengeluarkan sikap melalui press realease atau siaran pers,
saya kok heran kenapa DEMA UIN Walisongo Semarang tidak menyatakan sikapnya
terhadap Omnibus Law ini. Jangankan siaran pers, postingan media sosial akun
DEMA UIN Walisongo pun tidak ada yang membincangkan tentang Omnibus Law.
Dengan begitu kebingungan saya semakin menjadi. Jadi, bagaimana sebenarnya
sikap DEMA UIN Walisongo terhadap Omnibus Law ini? Disaat ramai-ramai menolak
Omnibus Law, apa yang mereka lakukan selama para buruh dan mahasiswa turun ke
jalan dan berdiri berdampingan menolak Omnibus Law?
Jangan-jangan, mereka sudah melupakan slogan-slogan basi yang biasa mereka agungkan
untuk menarik mahasiswa baru agar menjadi aktivis kampus. "Ayo dek, ikut
organisasi. Ingatlah mahasiswa itu adalah Agent of Change dan Agent
of Social Control. Kamu harus ikut organisasi, mahasiswa adalah penyambung
lidah rakyat."
Tentu kita sadar bahwa mahasiswa lahir dari masyarakat dan menjadi bagian
anggota masyarakat. Bedanya, mahasiswa dibina dan mendapatkan pendidikan yang
lebih tinggi. Suatu saat nanti setelah selesai masa studinya mereka akan
kembali berbaur dengan masyarakat. Maka sejatinya mahasiswa harus selalu dekat
dengan rakyat. Apabila ada problem yang menyangkut rakyat, mahasiswa harus
berdiri tegak membersamainya.
Sebagai lembaga kemahasiswaan terlebih tingkat Universitas, seharusnya DEMA UIN
Walisongo bisa lebih tegas kembali dalam menyikapi isu-isu sosial-politik.
Memaksimalkan peran dan fungsi kementerian atau bidang sosial politik lebih
peka atau responsif terhadap isu-isu yang berkembang. Ditambah dengan situasi
sekarang yang serba digital, lembaga mahasiswa bisa lebih masif dalam gerakan
khususnya dalam media sosial. Dengan begitu, lembaga mahasiswa dapat menjadi
contoh disaat mahasiswa-mahasiswa lainnya mulai apatis terhadap problematika
yang merugikan rakyat.
Merawat idealisme sebagai mahasiswa juga perlu. Saya sangat menyayangkan sikap
Ketua DEMA UIN Walisongo Semarang atas kehadirannya di Istana Negara atas surat
perintah yang ditandatangani oleh staf sus Presiden RI. Tapi, kembali lagi saya
sebagai mahasiswa UIN Walisongo Semarang, berdasarkan pengamatan individu
melalui media sosial maupun secara langsung, saya tidak tahu sama sekali
bagaimana sikap DEMA UIN Walisongo Semarang terhadap Omnibus Law ini. Apakah
mereka mendukung atau menolak? Entahlah.
Jika memang DEMA UIN Walisongo Semarang menolak Omnibus Law. Pertanyaannya
adalah "mengapa ketua DEMA UIN Walisongo datang memenuhi undangan
itu?" jawabannya entah. Sekali lagi, tidak ada sikap resmi dari DEMA UIN
Walisongo Semarang terhadap Omnibus Law. Dalam kenyataannya juga setelah
pertemuan dengan Stafsus Presiden RI, sampai sekarang DEMA UIN Walisongo
Semarang masih diam-diam saja. Padahal, sesuai yang tertera dalam surat
perintah bahwa DEMA PTKIN diminta hadir untuk menyerahkan rekomendasi sikap
terkait Omnibus Law. Lha, Terus apa yang direkomendasikan DEMA UIN
Walisongo dalam pertemuan tersebut?.
Moh. Aji Firman (Mahasiswa)