Dok. Internet |
Tak Lagi Ada Daya
Oleh: Fatimah
Dengan sekejap gagah berubah
Lirih perih
Ringis tangis
Darah bersimpah mengundang resah
Memar di sekujur tubuh memanggil riuh
Ramai masa tergerak hatinya
Tegang menguar di atmosfer sekitar
Dengan kilat gemuruh derap langkah merengkuh
Mendadak panik bersahabat pelik
Intip-intip sorot mata mengutip
Sakit tertahan tanda kemalangan
Luka menganga adalah satu cirinya
Harap-harap pasti
Mati ialah jalan berhenti
Hilir mengalir membenahi
Hikmah didapati
Kini biarlah pahit itu menjadi saksi
Bahwa diri telah diperbai
Potret Hitamnya Aspal
Oleh: Muhas
Di bawah matahari yang akan padam
Keringat darah bersimpah menyelimuti jalanan
Me-nina bobo-kan luka memar di sekujur badan
Sakit yang telah membisu
Mengundang ramai, para tamu tanpa undangan
Seakan sedang diadakan pesta sendu
Yang bertopeng tegang penuh pilu.
Samar-samar
terdengar isak tangis pria
Yang disandari raga tak lagi bertuan
Mengetuk pelan tiap pintu telinga
Memberi kabar,
bahwa hati kecil nya sedang berduka
Semua pasang mata berkaca-kaca
Melihat seseorang menjemput mati
Juga, melihat perih kehilangan kawan seperjuangan
Yang terlelap abadi,
bersama tragedi.
Bahala
Oleh: Ajeng
Senja menyisakan melankoli
Beramai ramai orang menatap satu insan
Luka, memar, sakit, perih, darah bersimbah
Ketegangan kepanikan ketakutan merengkuh
Jeritan tangisan kesakitan tak terhindarkan
1 harapan kehidupan 99 kemungkinan kematian
Seiring hilangnya pendaran senja
Menyisakan malam penuh duka
Kecelakaan
Oleh: Anas
Jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi
Kecelakaan terjadi dijalanA yang sangat ramai
Pengemudi yang memboncengkan ayahnya yang sakit
Tidak berhati hati dalam mengendarai kendaraannya
Motor lawan roda empat, ya sudah.
Posisi tepat di Depan Rumah Sakit
Karena jalanan yang licin dan terburu buru
Membuat kakinya luka memar hingga pincang
Namun, allah berkehendak lain.
Umur tidak ada yang tahu
Ayahnya yang sudah tua dan sakit,
Mati karena kehilangan banyak darah
Jalan yang semula hitam, sekarang bersimpah darah
Suasana yang semula kondusif, kini berubah menjadi tegang
Begitu perih kecelakaan tersebut
Kata seorang warga yang melihat langsung kejadian terjadi
Isak tangis keluarga pun pecah ketika jenazah datang
Kala Fajar Menyingsing
Oleh: Wiwin
Kutelususri jalan kenangan dengan nada kesunyian
Sembari merasa sendunya rintik hujan
Bayangku hilang, hanya tersisa angan
Aku terbuai pada konspirasi alam yang Tuhan tunjukkan
Sampai kuterjang lubang kubangan
Kudengar seok-seok kedua roda lawanku
Saling menghindar, lalu berbenturan
Aku tercengang
Pada hening yang menutup pendengaran
Aku tergeletak di tengah jalan
Asaku terasa mati
Jiwaku riuh bergemuruh
Ragaku bersimbah darah
Tercucur dari pelipis kepala, sekujur wajah hingga kaki
Tanyaku, aku hidup atau mati?
Aku terpejam, Gelap!
Indraku terasa mati
Suara riuh tiba-tiba bermunculan
Berdoyong-doyong menepikanku
Jarum infus menusuk nadiku
Jarum jahit menyatukan kulitku
Perban membalut lukaku,
Darahku, memarku, perihku
Kudengar rintihan tangis, wanita kuat dari sisi telingaku
Kudengar degup tengang, laki-laki kekar disampingku
Hatiku berderai berseru
Tuhan! Bangunkan aku!
Mulai kurasa kembali
Tetesan tangis wanita itu
Keringat dingin laki-laki itu
Ayah, ibu, aku kembali, maafkan aku
Kecelakaanmu
Oleh: Arina
Kecelakaanmu mematikan hatiku
Menjadikannya batu terkubur pilu
Wajah-wajah tegang kala itu
Membuatku diam tak bersuara
Memar di keningmu yang tak dapat kulupakan
Tubuhmu yang bersimbah darah
Sedu sedan tangis orang-orang
Ramai teriakan meminta bantuan datang
Namun aku tetap berdiri diam
Melihatmu terkapar, aku membeku
Meski kala itu, sakit melihatmu terluka
Meski kala itu, perih melihatmu celaka dan aku tak bisa apa-apa
Seluruh penulis adalah Calon Kru Magang LPM Edukasi 2020