Dok. Internet |
Musim liburan
semester ganjil akan segera habis. Artinya sebentar lagi mahasiswa akan
melaksanakan kegiatan perkuliahan setelah mengambil mata kuliah sampai begadang
hingga larut pagi. Kini Mahasiswa sudah siap untuk kegiatan kuliah yang
kabarnya akan menggunakan sistem online kembali seperti semester ganjil lalu.
Nah, mungkin selama libur pandemi banyak mahasiswa yang tidak tahu-menahu
tentang perkembangan kampus kita tercinta UIN Walisongo Semarang. Dari mulai
pembangunan gerbang baru kampus tiga, taman-taman kampus direnovasi, maupun
kondisi lembaga mahasiswa yang terlambat untuk pergantian pengurus karena
pemilwa tak kunjung dilaksanakan juga.
Pemilwa atau
Pemilihan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang memang biasanya dilaksanakan setahun
sekali pada bulan Desember. Tetapi pada kenyataannya hingga pergantian tahun
2020 ke tahun 2021 belum dilaksanakan juga. Mungkin kita sudah bisa
menduga-duga alasannya karena apa, yaitu masih merebaknya kasus Corona Virus
Diseasae 2019 atau Covid-19. Tapi sebenarnya itu tak cocok dijadikan alasan
untuk terlambatnya pelaksanaan pemilwa. Lha wong kuliah saja bisa online, masa
Pemilwa tidak?
Ngomong-ngomong
soal pemilwa, kabarnya pemilwa tahun 2020 lalu, akan dilaksanakan pada tanggal
23 Februari 2021. Informasi itu dirilis secara resmi oleh Komisi Pemilihan
Mahasiswa (KPM) UIN Walisongo Semarang diakun instagram @kpmuinwalisongo. Tapi
apakah informasi itu sudah cukup meluas ke seluruh mahasiswa UIN Walisongo
Semarang?
Saya sebagai
mahasiswa UIN Walisongo sekaligus kader partai mahasiswa yang mengikuti
konstestasi pemilwa ini mempertanyakan apakah hari ini KPM atau Komisi
Pemilihan Mahasiswa sudah melaksanakan tugasnya dengan baik? Karena saya
mendengar dari beberapa kerabat bahwa KPM tahun ini tidak siap untuk
melaksanakan Pemilwa. Ada juga yang mengatakan pemilwa tahun ini terkesan
memaksakan. Loh, sebenarnya ada apa sih dengan KPM ini.
Dasar Hukum
Pemilwa 2021 Tidak Jelas
Dari awal
sosialisasi KPM tidak pernah menyinggung dasar hukum yang menjadi landasan
kegiatan. Sebenarnya Pemilwa tersebut itu menggunakan Undang-Undang apa? Saya
rasa ini menjadi hal paling penting yang harus disosialisasikan kepada
mahasiswa. Tujuannya adalah untuk memberikan pengertian bagi mahasiswa umum
terlebih bagi calon-calon pemimpin yang akan mengikuti kontestasi Pemilwa ini.
Sehingga hal-hal apa saja yang diperlukan bisa disiapkan jauh-jauh hari.
Dasar hukum ini
lah yang nantinya menjadi patokan bergeraknya kegiatan Pemilwa. Bagaimana tata
cara pemilihan, siapa saja yang termasuk Daftar Pemilih Tetap (DPT), kemudian
syarat-syarat calon ketua, dan lain-lain. Itu semua harus diatur sejak awal.
Jika memang tidak ada sosialisasi tentang dasar hukum yang menjadi pijakan,
maka saya pun bisa menganggap Pemilwa ini tidak sah. Karena apa? Bagaimana pun
segalanya harus berlandaskan atas dasar hukum. Dan itu harus dilaporkan atau
disosialisasikan secara luas kepada mahasiswa.
Jikalau memang
Pemilwa tahun ini mengkiblat pada Undang-Undang Mahasiswa UIN Walisongo
Semarang Nomor 1 tahun 2019 tentang Pemilihan Mahasiswa, itu menurut Saya
pribadi tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum. Karena konteks Pemilwa tahun
ini berbeda dengan tahun 2019. Dalam UU Mahasiswa UIN Walisongo Semarang No. 1
tahun 2019 pasal 5 ayat 1 tentang Pelaksanaan Pemilwa disebutkan bahwa “Pemilwa
dilaksanakan setiap 1 (satu) tahun sekali paling akhir pada bulan Desember
dengan dilaksanakan dalam dua tahap”. Sedangkan pemilwa tahun ini dilaksanakan
pada bulan Februari.
Selain itu,
desas-desus yang menyebar dari mulut ke mulut pelaksanaan Pemilwa tahun ini
akan dilaksanakan secara online. Jika memang benar akan menggunakan sistem
online, hal itu juga bertentangan dengan UU yang sama pada pasal 37 ayat 11
tentang pemungutan suara. Disana disebutkan bahwa “Pemberian suara untuk Ketua dan
Wakil Ketua DEMA, Ketua DEMA-F, serta Ketua HMJ dilakukan dengan cara mencoblos
salah satu calon dalam surat suara”. Lalu jika Pemilwa dilaksanakan secara
online, hal itu tentunya tidak mungkin bisa dilakukan. Masa iya kita harus
mencoblos laptop atau handphone masing-masing?
Sampai disini,
mungkin kalian sudah paham tentang perlunya Undang-Undang sebagai dasar
kegiatan. Mengingat kita hidup di Indonesia dan Indonesia adalah negara hukum,
katanya.
Mempertanyakan
Transparansi KPM
Sejak awal
adanya sosialisasi Pemilwa, saya sudah menaruh kecurigaan adanya indikasi tidak
transparannya KPM kepada mahasiswa. Buktinya, sampai saat ini saja belum ada
aturan lebih lanjut mengenai bagaimana petunjuk dan teknis Pemilwa tahun 2021.
Kemudian jika dilihat dari media sosialnya yang Cuma instagram, kalian bisa
melihat sendiri betapa minimnya informasi yang diberikan kepada mahasiswa
khususnya partai yang mendaftarkan diri untuk menjadi peserta pemilwa.
Padahal secara
logika, di zaman yang semakin canggih ini asas kejujuran dalam pemilwa bisa
menjadi poin lebih. Karena mudahnya akses informasi publik terhadap suatu
lembaga akan menjadikan masyarakat lebih percaya dan antusias untuk bekerja
sama. Namun, yang Saya amati dari KPM pada pemilwa kali ini membuat publik tak
semakin percaya. Minimnya informasi yang dapat diakses oleh mahasiswa mengenai
pemilwa bisa jadi tamparan keras untuk KPM.
Kegiatan-kegiatan
yang sudah dilewati seperti pendaftaran partai, pendaftaran calon ketua DEMA,
anggota SEMA, dan HMJ seharusnya didokumentasikan dan dilaporkan melalui media
sosial. Sehingga publik bisa melihatnya secara bebas kapan dan dimana pun. Jika
terus-terusan seperti ini, saya jadi tidak yakin pemilwa nanti banyak yang
berpartisipasi. Apalagi pemilwa online, bayangan Saya pribadi bakal mudah tapi
ribet. Jadi, apa usaha yang kalian lakukan, wahai pengurus KPM yang terhormat?
Moh. Aji Firman (Mahasiswa)