Iustrasi. Deen
Tanggal 17 April ditetapkan dan diperingati sebagai hari
hemofilia sedunia. Penetapan ini merupakan salah satu bentuk pengingat
sekaligus menumbuhkan rasa kepedulian terhadap orang yang menderita penyakit hemofilia. Walaupun penyakit hemofilia
tidak menular apabila orang yang
menderitanya melakukan interaksi dengan orang lain, namun penyakit ini tidak
dapat dianggap remeh. Pasalnya apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat
maka akan berujung pada kemungkinan terburuknya yaitu kematian.
Istilah penyakit hemofilia ini bukanlah sesuatu yang
asing, terkhusus bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa. Pasalnya penyakit
ini dikenalkan dan diajarkan pada siswa di dalam pembalajaran sains, yaitu ilmu
biologi. Penyakit yang tergolong
berbahaya dan mematikan
ini merupakan penyakit turunan dan cederung diderita oleh kaum laki-laki.
Di Indonesia penderita penyakit hemofilia tergolong
tinggi dalam kurun waktu terakhir. Dilansir dari Kompas.com
(9/1/2020), jumlah penderita hemofilia tipe A mencapai 2.000 orang atau
sekitar 80-85% dari seluruh kasus hemofilia yang terjadi di Indonesia. Data
tersebut merupakan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia enam tahun silam. Sedangkan data yang
terbaru terkait jumlah kasus penderita hemofilia hingga saat ini belum terekam
dan terpublikasi oleh media. Padahal
informasi terkait kasus hemofilia sangat penting untuk diketahui setiap
harinya.
Jumlah
data yang terekam enam tahun terakhir tersebut merupakan kasus hemofilia tipe
A. Sedangkan penyakit hemofilia ini terbagi menjadi tiga tipe yaitu A, B, dan D
yang masing-masing tipe ini mengalami tanda-tanda dan penangan yang
berbeda-beda. Sehingga apabila jumlah ini belum ditambah dengan penderita
hemofilia tipe B dan C Tentu apabila dititotal keseluruhan dari pederita hemofilia
tipe A, B, dan C akan menunjukkan angka yang lebih tinggi. Namun, hal tersebut
sampai saat ini belum terdeketksi sepenuhnya. Kejadian ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu kurangnya kepedulian peran mahasiswa
terhadap para penderita hemofilia.
Peran
mahasiswa sangat dibutuhkan disegala bidang kehidupan, tidak terkecuali
kesehatan. Kesehatan para penderita hemofilia ini kurang mendapatkan perhatian
di tengah masyarakat yang umumnya cenderung tidak faham akan penyakit
hemofilia, apalagi yang sama sekali tidak merasakan bangku pendidikan. Sehingga
apabila ia mendapati penderita hemofilia yang sedang kontraksi ia tidak dapat
memberikan penanganan terbaik. Hal ini akan berakibat fatal dan berujung pada
kematian, karena penderita hemofilia sangat mudah kehabisan darah apabila
terluka.
Selain
itu, minimnya informasi terkait penyakit hemofilia, menjadi penyebab masyakat
kurang mendapatkan sumber asupan terkait cara mengidentifikasi dan menangani
penyakit hemofilia sejak dini. Masyarakat cenderung disuguhi oleh informasi
yang tidak bermanfaat, cenderung hanya hiburan semata, dan dapat menjerumuskan
pada hal-hal yang negatif. Sedangkan informasi-informasi terkait kesehatan
seperti penyakit hemofilia ini memiliki jumlah yang sangat sedikit.
Hemat
penulis, tentu hal ini merupakan tantangan besar, terutama peran mahasiswa yang
merupakan kaum intelektual dan akrab dengan teknologi. Bukan hal asing lagi apabila
berkaitan dengan konten media dan dunia tulis menulis, serta riset atau
penelitian.
Permasalahan
terkait belum ditemukannya obat khusus untuk menyembuhkan penyakit hemofilia,
minimnya informasi di media, serta ketidaktahuan masyarakat. Maka dari itu
penulis berfikir bahwa ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi mahasiswa
untuk mengoptimalkan perannya. Sebagaimana disebutkan oleh Habib Cahyono dalam
jurnalnya yang berjudul Peran Mahasiswa di Masyarakat, mahasiswa memiliki tiga
beberapa peran diantaranya yaitu sebagai agent of change, social control and
iron stock.
Mahasiswa
sebagai agent of change dapat mengoptimalkan perannya terhadap kasus
hemofilia di Indonesia. Sebagaimana yang telah disinggung oleh penulis di atas
bahwa hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi mahasiswa untuk
mengoptimalkan perannya sebagai insan akademis generasi milenial.
Pengoptimalan
peran mahasiswa dalam rangka membangkitkan
semangat penderita hemofilia yaitu membuat konten yang
memotivasi para penderita hemofilia agar mereka memiliki mindset yang
positif atas penyakit yang dideritanya, karena mindset positif sangat
dibutuhkan untuk menjaga kesehatan. Kemudian, mahasiswa dapat mengisi
portal-portal media, baik media massa maupun elektronik dengan berita-berita
yang lebih bermanfaat sehingga masyarakat tidak ketinggalan infomasi, seperti
cara mengidentifikasi dan menganangani kasus hemofilia. Selanjutnya, peran
terakhir yang dapat dipotimalkan oleh mahasiswa yaitu melakukan riset atau
penelitian dalam rangka menemukan obat untuk menyembuhkan penyakit hemofilia,
sehingga harapannya penyakit hemofilia ini dapat berkurang dan dicegah sedini
mungkin. Dengan demikian, pengoptimalan peran mahasiswa ini harus segara
dilaksanakan secara merata agar peran mahasiswa sebagai agent of change benar-benar
terwujud untuk kesejahteraan masyarakat, terkhusus bagi penderita hemofilia
agar kembali bangkit dan terus bersemangat dalam melawan penyakitnya.
Waullohu’alam
bishhowab.