Dinginnya pagi
ini, menusuk tulang
Menghamba pada
ingatan
Merasuk dalam
penglihatan
Air wajahnya
tenang, namun waspada
Di sampingnya
permata nan elok menghias ruang
Ranah matanya
terbatas dan selalu memanas
Membuat inti air
melintas lancar di pipinya
Arunika yang
dengan tenang menyeret beberapa semburat menghias ruang
Tak merasa
bersalah membangunkan pandora yang tersimpan dalam permata
Wajahnya memerah
melihat pandora yang memancar
Bukan, ia tak
marah
Ada sesuatu yang
terpendam dalam pandora
Tapi apa?
Sekilas ia
melihat kalender di pojok ruang
Hampir semua
angkanya terlingkari tinta merah
Bukan, itu bukan
hari libur
Ia menghela
napas kemudian bicara
Aku menganga,
membiarkan kekagetan ini menumpuk dalam diri
Aku tak percaya,
aku dengan mudah melupakannya
Aku… Aku bukan
orang yang pantas dimaafkan
Pandora itu…
Pandora itu
berisi rahasia
Rahasia yang
membuatku tak bisa memaafkan diriku sendiri
Tahun lalu,
Banyak sekali
kenangan tercipta
Tertulis rapi dalam
diary yang kusimpan di pojok lemari
Hingga pada
suatu saat tersiar berita
Pandemi menyebar
Wabah
dimana-mana
Semua ketakutan,
semua kelimpungan
Stok masker tak
bisa dinilai cukup
Bahan makanan
ludes sebelum terbeli
Si Miskin
merana, merintih, menangis karena lapar
Si Kaya tak
kalah takut
Semua menunggu,
Menunggu
keajaiban dari Sang Maha Kuasa
Dokter berusaha
semampunya
Rumah sakit
semakin membatasi pengunjungnya
Tapi,
orang-orang jahat
Mereka bertindak
semaunya,
Berpikir bahwa
pandemi ini hanya halusinasi belaka
Mereka
bertingkah sok tau
Dan membuat hal
ini tak layak dianggap tabu
Ini bukanlah
kenangan terbaik dalam hidupku,
Aku tak ingin
mengingatnya, dia pun tak boleh menangis karenanya
Kurentangkan
kedua tangan merengkuhnya
Tapi, tembus
bagaikan memeluk angin
Kucoba lagi,
tetap tembus
Ah, aku lupa
tepat di pergantian tahun ini aku sedang diisolasi dan akhirnya harus pergi
Meninggalkan
luka pada perempuan yang telah membesarkanku ini
Penulis : Azka Nurfadila