Hari raya Idul Fitri kurang lengkap jika di meja makan tidak tersedia kupat dan lepet, karena makanan ini biasanya ada pada hari tertentu saja. Keeksisan kupat dan lepet masih terjaga dari dulu hingga sekarang, di jaman modern makanan tersebut masih menjadi andalan setiap hari raya. Antara kupat dan lepet mungkin tak bisa dipisahkan, di mana ada kupat di situ ada lepet, begitupun sebaliknya. Kupat (Jawa) yang dalam istilah bahasa Indonesia di sebut "Ketupat". Sedangkan kata "Lepet" itu merupakan istilah asli dari Jawa pula. Ketupat dan lepet tak jauh beda dalam pembuatannya, hanya saja dalam pembuatan kupat menggunakan beras sedangkan lepet berasal dari beras ketan. Namun yang unik dari kedua makanan ini pembungkusnya menggunakan daun kelapa yang masih muda atau yang biasa di sebut dengan janur.
Dari berbagai literatur
yang dibaca penulis, kupat dan lepet adalah makanan khas yang diperkenalkan
oleh Sunan Kalijaga pada awal abad ke-15. Sunan Kalijaga memperkenalkan kupat
dan lepet dalam rangka untuk berdakwah menyebarkan Islam kepada masyarakat di
tanah Jawa. Penggunaan kupat dan lepet sebagai media dakwah dipilih karena
memang dekat dengan kebudayaan masyarakat Jawa saat itu. Mungkin kita yang tinggal
di daerah Jawa sudah tak asing lagi dengan sebutan Bodo atau Bakda Kupat.
Biasanya Bakda Kupat dilaksanakan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri.
Yang unik dari Bakda Kupat, ada kenduri atau selametan setelah subuh
yang dipimpin oleh kyai atau sesepuh setempat. Orang-orang yang mengikuti
kenduri kupatan biasanya membawa beberapa kupat yang sudah dibelah tengah kemudian
ditaburi parutan kelapa dan tentunya ada lepet.
Istilah
"Kupat" merupakan singkatan dari “Ngaku Lepat" yang
berarti mengakui kesalahan. Sehingga sudah tak asing lagi apabila kita pada
hari raya Idul Fitri banyak manusia yang mengakui kesalahannya dan biasanya
pengakuan tersebut dilakukan dengan cara sungkeman kepada orang yang
lebih tua.
Selain itu pada wadah
kupat atau yang biasa dibuat dari Janur yang berasal dari singkatan "Jatining
Nur" yang berarti cahaya hati. Arti itu melambangkan kebersihan hati
setelah mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Sedangkan anyaman kupat
yang sangat jlimet alias rumit melambangkan bahwa setiap kehidupan
manusia memiliki jalan berlika liku dan tak terpisahkan oleh kesalahan. Jika
dilihat dari bentuknya, ketupat berbentuk segiempat yang memiliki 4 sudut yang
melambangkan 4 jenis nafsu di dunia, yaitu nafsu lawwamah, amarah, supiah dan
mutmainah.
Selain itu, ketupat
diisi dengan beras. Tentunya hal itu juga ada maknanya. Beras yang ada di dalam
ketupat melambangkan kemakmuran. Beras yang semula hanya butiran kemudian
setelah di masak melebur dan menyatu jadi satu, yang melambangkan adanya
kebersamaan sanak family, tetangga, kerabat pada saat hari raya Idul
Fitri.
Tentunya makan ketupat
tak lengkap jika tanpa kuah sayur. Mayoritas masyarakat Indonesia memasak kuah
sayur ketupat menggunakan santan untuk menambah cita rasa. Hingga sampai sekarang
kita seringkali mendengar sebuah pantun “makan ketupat pakai santan, bila ada
salah mohon dimaafkan” kira begitulah bunyinya.
Pantun tersebut ada
hubungannya dengan kata "Lepet" yang berasal dari singkatan “Silep kang rapet” dalam bahasa Indonesia
berarti tutup yang rapat. Setelah kita bermaaf-maafan di hari raya hendaknya
antara satu dengan yang lain saling menutupi kesalahan dan berusaha untuk tidak
mengulang kesalahan yang sama.
Penulis : Kharirroh (Kru Magang LPM Edukasi 2020)
Editor : Syafiq