Dampak pandemi Covid-19 nyatanya sangat dirasakan hampir di semua sektor, tak terkecuali pendidikan. Bahkan di kampus kita terdapat polemik UKT yang terbilang mahal, tercatat hingga 632 mahasiswa terancam bahaya karena tidak mampu membayar UKT di masa pandemi seperti saat ini.
Lalu apa korelasi dampak pandemi Covid-19 dengan pembayaran UKT? Logikanya seperti ini, pandemi Covid-19 yang dirasakan pada semua sektor dan prospek setiap orang dari mulai pebisnis, pengajar, pedagang, buruh, tani, hingga nelayan. Jadi, tidak ada ceritanya Covid-19 hanya menyerang kaum menengah ke atas atau sebaliknya.
Korelasi dampak pandemi dengan pembayaran UKT. Setelah keluar
pengumuman KEMENAG UIN Walisongo Nomor: B-2478/Un.10.0/R.2/DA.02.01/06/2021, yaitu terkait pembayaran UKT semester
gasal tahun akademik 2021/2022. Inti isi dari pengumuman tersebut adalah tidak
ada lagi pendaftaran untuk pengajuan keringanan UKT (Pengurangan, Perpanjangan
dan atau Angsuran). Pengumuman di atas menurut saya sangat tidak logis.
Bagaimana tidak, pendidikan yang seharusnya adalah untuk mencerdaskan bangsa,
seperti yang tertulis pada pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea ke-4. Akan Tetapi,
realitanya kita mahasiswa bangsa Indonesia terbebani dalam pelaksanaan
pendidikan dengan UKT yang mahal di tengah pandemi Covid-19.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia yang belakangan semakin hari
semakin melonjak, menurut data SATGAS Covid-19 per Sabtu, 04 Juli 2021
terkonfirmasi jumlah positif mencapai 2.284.084 kasus. Pada hari ini juga PPKM
Darurat resmi berlaku, berdampak juga pada para pedagang kaki lima khususnya.
Misalnya ada salah satu kawan kampus saya yang bercerita tentang dampak yang
dirasakan keluarganya. Ayahnya seorang pedagang cilor, saat sore berdadang
keliling saat malam berdagang mangkal. Ayahnya merasakan sekali dampak dari
pandemi Covid-19 terutama belakangan ini pendapatannya tidak lebih dari seratus
ribu per hari. Sangat jelas dengan pendapatan tersebut untuk biaya kebutuhan
keluarga saja masih kurang. Apalagi edaran pengumuman di atas tidak ada lagi
tambahan potongan UKT.
UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi Pasal 76 ayat (1)
menyatakan bahwa, “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi
berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk
dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik”. Kemudian,
berangkat dari UU tersebut, bagi saya dan beberapa kawan di UIN Walisongo belum
sepenuhnya mendapatkan hak subsidi kuota, yang mana subsudi kuota harusnya diterima
setiap bulannya, tapi hampir semua mahasiswa hanya mendapatkan 2-3 kali saja. Semestinya
harus 4 kali, bahkan sebagian ada yang menerima hanya 1x. Barangkali hal
tersebut bisa menjadi pertanyaan bersama, belum lagi terkait transparansi dana
UKT yang hingga kini belum juga ada.
Perlu kita pahami bahwa alokasi anggaran di PTKI bersumber dari
Rupiah Murni (RM) dan Penerima Negara Bukan Pajak ( PNBP). Rupiah murni terdiri
dari operasional dan non operasional. Anggaran operasional terdiri dari belanja
pegawai dan belanja pemeliharaan perkantoran, sedangkan anggaran non
operasional terdiri dari Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri, Beasiswa
Prestasi, Beasiswa Bidikmisi dan Beasiswa KIP, sementara PNBP merupakan
Pendapatan Pendidikan dari hasil bayar UKT.
Diketahui yang dilakukan penghematan adalah hanya dari Rupiah murni
diutamakan dari belanja non operasional dan tidak melakukan penghematan pada
pendapatan belanja negara bukan pajak didasarkan pada surat Menteri Keuangan
Nomor : S-302/MK.2/2020 menurut Rucman Basori, Kasubdit Sarana dan Prasarana
Kemasiswaan dan Satgas Covid-19 Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Dengan demikian, adanya Pengurangan UKT tidak akan menjadikan PTKI
bangkrut karena ini soal kemanusian, tetapi jika hal itu tidak segera dicarikan
kebijakan lainnya. hukum kausalitas yang merupakan prinsip sebab akibat karena
biaya muncul dikarenakan adanya jasa atau fasilitas, namun kalau kita melihat
jasa atau fasilitas kurang maksimal sebab dan akibatnya sarana dan prasarana
kurang terpakai sehingga sebagai mahasiswa menuntut direalisasikannya kebijakan
pembayaran UKT dibentuk sesuai polemik situasi sekarang.
Sebuah dilema ini harus segera dicarikan solusinya, audiensi yang rencananya akan dilaksanakan pada hari Rabu, 7 Juli 2021 dengan pimpinan UIN Walisongo diharapkan menghasilkan keputusan yang menyelamatkan 632 mahasiswa yang terancam punah. Jangan sampai ketika kami menyuarakan masalah ini, dari pihak kampus ada yang mengintimidasi, atau kita sesama mahasiswa cuek, acuh tak acuh dengan nasib rekan kita yang terancam cuti. Mari dalam keadaan pandemi yang genting ini, kita sama-sama saling merangkul, memahami dan menguatkan supaya mahasiswa yang terancam bisa melanjutkan studinya, dan kita dapat menghadapi pandemi ini dengan tabah. Aamiin.
Penulis : Yazid Nur Iman Yahya (Mahasiswa FITK)
Editor : Rudi