Dok. LPM Edukasi
Sebuah peraturan pedoman dibentuk guna
menjadi standarisasi dalam penyelenggaraan suatu bentuk kegiatan. Artinya ada
panduan tertentu dalam menyelenggarakan kegiatan baik itu batas minimal maupun maksimal.
Supaya tidak terjadi suatu ketimpangan,
seperti
dalam membuat makalah, mahasiswa diberikan pedoman tertentu. Misalnya line spacing 1.5 supaya tidak ada yang
nominalnya dibawah dan diatasnya,
itulah contoh standarisasi. Adapun improvisasi dalam
suatu kegiatan seperti halnya makalah, yaitu isinya.
SK DIRJEN PENDIS NO.4962 Tahun 2016
berisi tentang pedoman umum pelaksanaan PBAK di PTKI seluruh Indonesia.
Mengingat satu SK sebelumnya yaitu SK DIRJEN PENDIS NO.4961 Tahun 2016 berisi
tentang pedoman umum organisasi mahasiswa, pada SK DIRJEN PENDIS NO.4962 Tahun
2016 ini tidak jauh juga membahas mengenai kemahasiswaan. Sebelumnya, PBAK
sendiri adalah singkatan dari Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan.
Adapun fungsinya terdapat
dalam poin E “Mendidik, membimbing,
dan mengarahkan peserta untuk mengenali dan memahami sistem pendidikan di
lingkungan PTKI”.
Disini penulis sedikit menguraikan beberapa hal mengenai
keselarasan antara panduan dan keselarasan pelaksanaan PBAK. Paling tidak ada 3
unsur utama dalam PBAK sebagaimana yang diatur, yakni panitia, peserta, dan
pemantau.
Pertama, dijelaskan pada poin G no.1, struktur
kepanitiaan dan syarat secara garis besar meliputi:
a. Pelindung:
Rektor/Ketua PTKI
b. Penanggung jawab: Wakil Rektor/Wakil
Ketua Bidang Kemahasiswaan.
c. Panitia
Pengarah terdiri atas unsur pimpinan PTKI, dosen, dan Ketua DEMA.
d. Panitia
pelaksana berasal dari unsur Dosen, Karyawan, dan mahasiswa. Panitia Pelaksana sekurang-kurangnya
terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi.
e. Syarat
panitia PBAK dari unsur mahasiswa:
1. Terdaftar
sebagai mahasiswa aktif minimal pada semester IV dan maksimal semester VIII.
2. IPK
minimal 3,00 (tiga koma nol nol) dibuktikan dengan menunjukkan KHS yang sah.
3. Memiliki
dedikasi dan loyalitas yang tinggi kepada almamater.
4. Memiliki
sifat jujur, amanah, dan bertanggung jawab.
5. Tidak
pernah menerima sanksi akademik karena melanggar kode etik/tata tertib
mahasiswa.
6. Telah
mengikuti dan dinyatakan lulus PBAK dengan menunjukkan sertifikat.
7. Bersedia
mena’ati peraturan yang
berlaku di PTKI dan Tata Tertib PBAK masing-masing PTKI.
Namun kenyataannya, pada poin “e” no.1
dari panitia banyak yang masih berada pada semester 3. Nyaris seperti pada SK
DIRJEN PENDIS NO.4961 Tahun 2016 mengenai PEMILWA,
di sana
terdapat beberapa persyaratan yang mengacu pada semester namun tidak sesuai
dengan lapangan kala itu yang mengharuskan orang yang belum semesternya tapi
harus maju guna meneruskan roda organisasi. Meminjam bahasa hukum pidana,
secara actus reus (perbuatan yang
melanggar undang-undang) memang bermasalah. Namun dari mens rea-nya (subjektif/sikap
batin pelaku ketika melakukan pelanggaran) menunjukkan situasi dan kondisi yang
mengharuskan hal tersebut dalam batas kewajaran dan mempertimbangkan maslahat.
Jadi apa boleh buat. Dan di poin “e” tersebut pada ayat 2 mengenai batas
minimal IPK, sebenarnya penulis tidak memiliki datanya sehingga tidak berani
berkomentar. Namun, penulis seringkali tetap bergumam.
Kedua, yaitu peserta. Disebutkan di poin
“D” nama dan status, pada no.2 yakni status bunyinya sbb:
“PBAK merupakan kegiatan yang wajib
diikuti oleh setiap mahasiswa baru dan mahasiswa lama yang belum mengikutinya,
dan menjadi persyaratan penyelesaian studi serta persyaratan menjadi pengurus
lembaga kemahasiswaan.”
Hal ini mengingatkan Kita, mahasiswa UIN
Walisongo tentang pentingnya sertifikat PBAK itu sendiri (pen- tapi entah
dengan acaranya hahaha). Dan dijelaskan pada poin “I” no. 2(a) bahwa “Mengikuti
semua kegiatan PBAK dibuktikan dengan presentasi kehadiran dari seluruh sesi
kegiatan minimal 95%”; akan tetapi dari pihak birokrasi sendiri yang meminta
kalau nominal absensi minimum ada di angka 70% mengingat pengolahan data
mahasiswa baru belum sempurna. Yang penulis herankan di sini adalah entah ada
drama apa di atas
sana.
Kalau data belum siap, mengapa harus
dilaksanakan PBAK? Atau, ketika PBAK direncanakan pada tanggal yang ditetapkan
sekarang ini, mengapa PMB dilakukan
mepet hari? Sehingga hemat penulis perlu diwajarkan bila ada ungkapan,”Dimaklumi wae, wajar cah UIN.”
(Dimaklumi saja, wajar orang UIN) Kemudian, apakah hal ini dibilang melanggar
peraturan? Kembali lagi pada pinjaman istilah actus reus – mens rea tadi. Tambahan juga kembali pada ungkapan
wajar cah UIN tadi. Mengingat sebenarnya pedoman umum tidak seketat peraturan
perundang-undangan, sehingga sebelum menyebutkan istilah actus reus – mens rea ditulis sebelumnya “meminjam istilah”.
Ya, lagi-lagi tergantung pada situasi lapangan. Beberapa DEMA Fakultas pun, termasuk
DEMA FITK, ada yang masih keberatan dengan angka 70% itu sendiri apabila
menjadi patokan mutlak. Mengingat mahasiswa baru sebagian terjadi kendala dalam
presensi yang
bukan merupakan kesalahan mereka. Seperti halnya server down, belum mendapat NIM, tidak bisa login walau dengan
berbagai cara, dsb. Ya dimaklumi wae,
wajar cah UIN.
Tetapi ada saja yang disayangkan dari
perserta sendiri. Beberapa dari mereka malah sibuk berkonten ria, berjoged, mahasiwa
laki-laki nan berkumis
mengenakan jilbab, mahasiswa yang mengikuti acara sambil tidur atau bahkan sambil bertelanjang
dada. Yang ini selain jelas melanggar pedoman dan aturan, juga melanggar etika.
Entah mereka sudah mendapatkan teguran dan atau hukuman sebagaimana diatur pada
poin H kewajiban panitia no.1 yakni “Memberikan bimbingan dan arahan kepada
peserta sesuai dengan tujuan PBAK” dan panitia berhak:
1.
Memberikan sanksi edukatif kepada peserta sesuai dengan tingkat kesalahan yang
dilaksnakan;
2. Melakukan penilaian terhadap semua
perilaku dan kegiatan peserta;
sebagaimana tertera dalam hak panitia di
poin “H”. Dimaklumi wae, wajar cah UIN.
Ketiga, Panitia Pemantau. Kewajiban pemantau
dalam poin “H” no.1(c) sbb:
1. Melaksanakan fungsi pemantauan dengan
mencatat dan melaporkan hal-hal penting selama PBAK berlangsung;
2. Berpakaian sopan, rapi, dan bersepatu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Memakai tanda pengenal selama
melakukan fungsi pemantauan;
4. Mencatat kegiatan dan materi apakah
berlangsung sesuai dengan aturan (perincian kegiatan PBAK) yang ada;
5. Mencatat panitia dan pemateri apakah
sesuai dengan jadwal dan aturan (perincian kegiatan PBAK) yang telah
ditetapkan;
6. Melaporkan secara tertulis kepada Rektor/Ketua
melalui Wakil Rektor/Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan tentang kepuasan peserta
PBAK (melalui angket);
7. Melaporkan secara tertulis
pelaksanaan tugasnya kepada pimpinan PTKI.
Namun, ada tradisi kultural di UIN
Walisongo sendiri, yakni adanya pojok aduan yang biasanya diprakarsai oleh
Senat Mahasiswa (SEMA) yang tahun ini tidak ada baik dari SEMA U yang
eksistensinya masih tidak jelas, juga SEMA F di FITK sendiri. Entah dengan
fakultas lain. Bahkan dalam hal aduan. Kemarin (4/8), Dr. A. Arif Budiman, M.Ag
selaku Wakil Rektor 3 bidang kemahasiswaan menegur melalui panitia PBAK U
mengenai online bullying.
Finally, apakah PBAK UIN Walisongo
berjalan sebagaimana pedoman yang tertera di SK DIRJEN PENDIS NO.4962 Tahun
2016? Saya katakan “Iya”. Hanya ada sedikit penyesuaian pada hal-hal yang
bersifat teknis. Mengenai berjalannya PBAK dan improvisasi panitia, kiranya ada
liputan lain yang lebih berhak. Sekian, semoga menambah wawasan. Terimakasih.
Penulis : Izzul
Editor : Rudi