Sebenarnya ini sudah lama sekali aku pendam.
Awalanya kukira sanggup menyembunyikan. Namun
seperti luka yang terus didiamkan hingga infeksi, perasaan yang tidak pernah
kamu anggap ada, kini berubah jadi penyakit yang harus segera diobati.
Maaf, tapi aku gak bisa.
Aku tak bisa bila harus terus menyaksikan senyuman
yang jadi riasan terbaik pada wajahmu itu. Aku tak bisa terus-terusan mendengar
suara yang ingin sekali kubawa ke seluruh penjuru.
Tak bisa. Aku tak bisa menemuimu lagi. Karena bila
terus begitu, semakin sulit buatku membunuh perasaan ini. Yang semula
menyenangkan mulai memilukan.
Harapan-harapan dari penantian ini mulai kelelahan.
Dan kamu. Kamu cuma masuk ke dalam sebuah
ketidakmungkinan paling menyakitkan.
Jangan memintaku menanti kalau semua janji yang kamu
ketahui itu cuma tumpukan benda mati. Jangan memintaku disini kalau perasaanku
saja tidak mampu kamu hargai.
Biarkan aku pulang.
Kenapa?
Karena bagaimana bila kukatakan aku mencintaimu? Apa
kamu akan menjawab dengan jawaban yang aku harapkan? Atau dengan jawaban yang
selama ini membuatku takut untuk menanyakannya langsung padamu?
Bagaimana bila kukatakan bahwa, bahwa tidak pernah
ada satu hari pun yang terlewat tanpa berusaha untuk menyingkirkan segala perasaan
ini namun gagal?
Jawabannya selalu tidak, kan? Jawabannya selalu
orang lain, kan? Jawabannya tidak pernah aku, kan?
Aku maunya tidak mencintaimu, tapi adanya begitu.
Tak apa… Mungkin bentuk ketulusan bukan dengan
kepemilikan.
Karena ada banyak hal yang harus di-gapapa-in.