Mahasiswa mempunyai level yang lebih tinggi dari siswa. Sebagai
kaum intelektual dan anggota masyarakat yang mempunyai nilai tambah, mahasiwa
dituntut untuk mampu memerankan dirinya di lingkup masyarakat maupun di dunia
pendidikan itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa
mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Namun sebatas belajar dan
mengejar nilai saja tidak cukup. Lebih dari itu, mahasiswa mempunyai peran yang
sangat penting.nperan tersebut nantinya akan berpengaruh bukan hanya pada
mahasiswa itu sendiri, akan tetapi juga berpengaruh di kehidupan masyarakat.
Sarwono (1978) menuturkan bahwa mahasiswa
merupakan orang yang terdaftar untuk dapat mengikuti pelajaran di dalam
perguruan tinggi dengan batasan usianya adalah 18-30 tahun. Mahasiswa adalah
suatu kelompok yang ada di dalam masyarakat dengan status yang diperoleh karena
adanya suatu ikatan dengan perguruan tinggi. Para mahasiswa akan menjadi calon
intelektual atau menjadi cendikiawan muda yang ada di dalam suatu lapisan
masyarakat yang sering akan syarat predikat.
Membincang ihwal mahasiswa, erat kaitannya dengan peran yang
melekat padanya. Peran yang menjadikan acuan bahwa mahasiswa yang ideal adalah
yang menjalankan perannya. Mari kita renungkan bersama, sebenarnya asal-muasal
peran yang dimiliki mahasiswa itu dari mana? apakah tebentuk begitu saja? tentu
tidak. Hemat penulis, peran tersebut berawal dari masa pra-kemerdekaan yang
diprakrsai oleh para pemuda yang sedang menempuh pendidikan tinggi di STOVIA
atau sekolah dokter yang ada di Jawa. Gerakan ini nantinya merupakan cikal
bakal pergerakan nasional untuk kemerdekaan di Indonesia. Yaitu perkumpulan Boedi
Oetomo yang dideklarasikan pada tahun 1908. Kemudian menyusul gerakan Sumpah Pemuda
pada tahun 1928.
Peran pemuda saat itu tidak hanya sampai di situ saja, setelahnya
pada tahun 1945 sebelum terjadinya proklamasi kemerdakaan yang sudah kita kenal
dengan peristiwa rengasdengklok. Di sana peran pemuda menjadi bukti nyata bahwa
keberaniannya bisa menegaskan Soekarno dan Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Hingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menjadi
negara merdeka. Setelah itu dilanjutkan pada masa pasca
kemerdekaan tepatnya pada tahun 1966, pada saat itu mahasiswa menjadi oposisi
di era pemerintahan Soekarno, dan saat itu pula banyak lahir organisasi ekstra
mahasiswa. Kemudian puncak gerakan mahasiswa terjadi pada saat krisis ekonomi
tahun 1998. Dari situlah terbentuk peran-peran yang kerap kali dilekatkan pada
sosok mahasiswa. Peran tersebut antara lain; agent of change, social
control, iron stock, moral force, dan guardian of value.
Tentu peran tersebut tak dapat dijalankan dengan baik apabila di
ranah individu saja mahasiswa masih belum selesai. Kerap bersikap apatis akan
hal-hal di luar sana yang terjadi dan lebih mementingkan nilai akademik tanpa
dibarengi dengan kesadaran kritis. Mungkin, ketidaktahuan akan bagaiamana peran
yang harus dijalankan juga menjadi penyebab dari adanya sikap-sikap tersebut.
Dengan akar masalah tersebut, penulis akan sedikit menjelaskan beberapa peran
dari mahasiswa. Dengan harapan dapat
mengetuk hati mahasiswa yang membacanya agar senantiasa menjalankan peran yang
sudah dilekatkan pada dirinya.
Peran mahasiswa yang pertama adalah agent of change. Agent
of change yang berarti agen perubahan. Mahasiswa sebagai penyambung
lidah rakyat ke pemerintah dituntut untuk membawa perubahan, tentunya perubahan
kearah yang lebih baik. Perubahan bisa terjadi jika ada pergerakan, pergerakan
besar yang masif dan sistematis tentunya. Perubahan di sini bukan
berarti mahasiswa hadir layaknya super hero yang sedang mengusir para penjahat.
Akan tetapi juga sebagai pelaku yang secara langsung menjadi pionir dari dan
terlibat langsung pada gerakan perubahan tersebut.
Kedua, social control (kontrol sosial). Peran
mahasiswa sebagai social control terjadi ketika ada hal yang tidak beres atau
ganjil dalam masyarakat. Mahasiswa sudah selayaknya memberontak terhadap
kebusukan-kebusukan dalam birokrasi yang selama ini dianggap lalim. Lalu jika
mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka harapan seperti apa
yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa?
Ketiga, iron stock, yaitu mahasiswa sebagai cadangan
atau aset masa depan yang diharapkan menjadi insan yang tangguh, pandai dan berakhlaqul
karimah, agar bisa membawa bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Mengapa
pandai saja belum cukup? karena pandai saja tidak menjamin seseorang
berperilaku baik, banyak pejabat pemerintah yang pandai tetapi melakukan
korupsi, sangat disayangkan, maka dari itu perlu diimbangi dengan berakhlaqul
karimah.
Yang keempat, moral force (kekuatan moral),
sebagai seorang akademisi, tingkat intelektual yang dimiliki mahasiswa harus
sebisa mungkin disejajarkan dengan tingkat moralitasnya (moralitas menurut Kees
Bertens adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan
baik dan buruk). Menurut LP3I, di dunia global
seperti sekarang, banyak nilai-nilai luar yang mudah masuk ke dalam negeri.
Moral yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa ini harus ditangkal. Mahasiswa
merupakan kekuatan untuk menjaga nilai-nilai baik dalam masyarakat. Dengan
terjaganya moral masyarakat maka diharapkan kekuatan bangsa pun akan lebih
kuat.
Yang kelima, guardian of value (penjaga
nilai), sebagai mahasiswa kita punya peran penting dalam menjaga nilai-nilai
yang sudah ada. Tentunya nilai dalam ranah positif. Seperti nilai kejujuruan,
keadilan, gotong royong, empati, dll. Tidak hanya cukup menjaga saja, mahasiswa
harus bisa menyebarkan nilai-nilai tersbut. Semisal ketika ada suatu
ketidakadilan, mahasiswa harus menjadi penggerak untuk melawannya, serta
mengajak masyarakat luas untuk bergerak bersama.
Itulah 5 peran yang dilekatkan pada seorang
mahasiswa. Semoga kita dapat menjadi mahasiswa yang sadar akan perannya dan
selalu berusaha untuk mengimplementasikannyaa dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Penulis: M.
Asyrof Naf’il Aufari (Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Walisongo Semarang)
Editor: Red/msy