Sebelum tahun-tahun menjelang perang
dunia kedua, situasi politik di Eropa telah panas dan banyak terjadi konflik,
salah satunya di bumi Spanyol, yang saat itu merupakan negara republik dengan
sistem demokrasinya. Republik Spanyol diisi oleh kaum Intelektual yang
menginginkan kebebasan daripada sistem kerajaan yang sebelumnya menguasai
rakyat Spanyol. Sebelumnya kita tahu bahwa Spanyol adalah negara dengan sistem
kerajaan yang sangat terkenal diseluruh dunia. Tetapi pada abad ke-19 mengalami
kehancuran, dan memunculkan kaum Reformis dari kalangan Borjuasi dan juga
kalangan Sosialis. Mereka mengganti sistem Kerajaan dengan sistem Demokrasi dan
Republik seperti yang terjadi di Perancis. Tetapi diantara kalangan Borjuis
Liberal dan Proletar Sosialis, disana juga ada kalangan Konservatif yang masih
memegang nilai-nilai Katolik Roma, dan kalangan ini yang nantinya akan
berperang melawan kaum Republik pada perang saudara Spanyol.
Setelah mengalami Reformasi pemerintahan
dari kerajaan kepada Republik, Spanyol tidak selalu mulus dalam hal Demokrasi,
karena ada beberapa periode Republik Spanyol yang dibumbui dengan kediktatoran,
dimana sama saja seperti Kerajaan. Kaum Borjuis atau Kaum Sosialis bergantian
memenangi pemilu pada Periode Republik, tetapi sebelum Perang Saudara
berlangsung, kaum Sosialis yang berkuasa penuh, sayap kanan saat itu yang
menjadi oposisi, berasal dari kaum Borjuis dan Fasis. Hal yang sebelumnya hanya
memanas secara Ideologi, tetapi berbuntut memanas secara fisik.
Anggota oposisi terkemuka dikabarkan
dibunuh oleh kaum Kiri pada awal 1936, dan ini memecut amarah dari Kelompok
Fasis yang juga sangat benci dengan kelompok sosialis, karena sebelumnya sudah
ada wacana yang ditakutkan bahwa kaum kiri akan melakukan pembersihan seperti
yang dilakukan Bolshevik di Rusia, jadi kaum fasis harus segera melawan.
Akhirnya perang pecah pada Juli 1936 antara Republik dan Nasionalis. 3 tahun
berjalan, pasukan Sosialis Pro Republik semakin terdesak, dan akhirnya kalah
total pada tahun 1939. Semenjak itu yang berkuasa atas Spanyol adalah kaum
Fasis yang dipimpin oleh Franco dengan kediktatorannya.
Ada
Udang dibalik Bakwan
Yang kita harus cermati dalam melihat
Perang saudara Spanyol adalah juga dengan melihat geo politik yang terjadi saat
itu. Karena jika kita melihat perang tersebut, kita akan menyadari bahwa ini
bukanlah perang saudara antara orang Spanyol semata, tetapi lebih kepada perang
antara politik sayap kanan dan juga sayap kiri. Dan kita tahu bahwa sayap kanan
dan sayap kiri ialah aktor utama dalam perang dunia kedua. Walaupun sayap kanan
di sini adalah dalam konteks fasisme, yaitu sayap kanan yang kotor dan kasar,
berbeda dengan Amerika atau Inggris, mereka lebih kepada kanan yang demokrat.
Selanjutnya di sayap kiri ditempati oleh Uni Soviet dengan Ideologi Komunisnya.
Saat perang saudara Spanyol. Uni Soviet
membantu persediaan senjata dari kaum Republik yang banyak diisi oleh Sayap
Sosialis. Dan di sebrangnya terdapat Kaum Nasionalis yang banyak diisi oleh
para Fasis konservatif serta dibantu oleh Nazi Jerman. Dari sini kita bisa
melihat siapa yang aslinya berperang pada perang saudara Spanyol, ialah gladiresik
Perang Dunia ke 2 antara Soviet dan Nazi. Spanyol bisa dibilang bukanlah negara
utama atau aktor utama dalam perpolitikan dunia saat itu, melainkan hanya
negara kelas dua yang sebenarnya dimanfaatkan untuk kepentingan negara kelas
satu seperti Soviet dan Jerman. Orang-orang Spanyol saat itu saling mengaku
satu sama lain bahwa mereka bertempur untuk tanah air Spanyol, dan juga merasa
paling benar serta paling menjaga negara, tapi sebenarnya adalah tidak.
Ketika perang saudara Spanyol telah
usai, kemenangan berada di pihak Nasional, yaitu oleh kaum konservatif fasis
yang didukung oleh Nazi Jerman. Tentu hal ini adalah kemenangan bagi Jerman,
bukan untuk Spanyol. Karena saat perang dunia kedua berlangsung, walaupun
Spanyol tidak ikut secara praktis pada perang dunia kedua karena masih
pemulihan setelah perang saudara, tetapi mereka dibelakang layar telah membatu
Blok Axis yang didalamnya ada Italia, Jepang, dan Jerman. Saat perang
berlangsung, Spanyol membuka pelabuhannya untuk kapal selam Jerman yang siap
menyerang kapal Amerika di Samudra Atlantik, dan juga Hitler meminta Pasukan
Spanyol untuk bertempur melawan Soviet di Timur dengan nama Divisi Biru. Dan
ketika perang dunia usai dengan kekalahan Axis, Spanyol dilarang masuk kedalam
PBB karena diketahui telah membantu Jerman pada perang dunia kedua. Disini kita
bisa melihat bahwa yang kita gadang-gadang Perang Suci untuk negara, ternyata
kita hanya perang untuk Negara lain. Dan inilah Perang Khidmat yang tak
berkesudahan dan sia-sia.
Hubungannya
dengan Indonesia Apa?
Saya ingin membawa anda lebih jauh lagi
dalam memahami cerita di atas tentang perang Spanyol pada konteks negara kita,
yaitu Indonesia. Karena perang Spanyol memiliki pola-pola yang sama seperti
yang terjadi di Indonesia, lebih tepatnya sering terjadi di Negara dunia kedua
atau Negara dunia ketiga. Di mana negara-negara tersebut terpengaruh oleh
negara kelas satu secara sosial dan politik.
Bahwa peperangan tidak harus diartikan
dengan senjata atau secara fisikal, tetapi bisa juga secara ideologi, itu juga
termasuk peperangan yang berhubungan dengan cerita perang saudara Spanyol
sebelumnya. Jika kita berbicara tentang peperangan, bahwa peperangan berarti
tentang merebutkan sesuatu, dan sesuatu itu mempunyai suatu latensi power atau
kekuasaan dikemudian hari, maka ia perlu diperjuangkan dengan peperangan secara
fisik atau ide. Dan yang akan menjadi pertanyaannya selanjutnya adalah,
bagaimana perang-perang khidmat di negara kelas tengah seperti Indonesia ini
mempunyai hubungan dengan perang khidmat yang terjadi di Spanyol dahulu?
Indonesia merupakan negara kaya dengan
SDA yang melimpah, tapi sayangnya banyak yang dikuasai oleh negara lain, dengan
karena itu ia bukanlah negara maju, karena tingkat ketergantungannya masih
tinggi. Bagaimana pun juga, segala konflik yang terjadi di Indonesia akan
menganggu modal-modal dari negara maju dalam pengembangan industrinya di
Indonesia. Apa saja perang-perang khidmat yang ada di Indonesia? Ialah segala
perang dalam konteks satu negara. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya,
bahwa setiap kelompok merasa berperang untuk tanah airnya masing-masing seperti
kelompok Republik dan Nasionalis di Spanyol. Tetapi apakah dampaknya akan juga
deja vu terhadap Indonesia, seperti Spanyol yang menjadi korban Nazi Jerman?
Jawabannya adalah iya, perang khidmat itu ialah sia-sia. Bahwa misalnya manuver
pemerintahan Indonesia dengan Ideologi nasionalisnya atau apapun ideologinya.
Ialah ketika pemerintah memerintahkan negara untuk membabat habis kelompok
radikal ataupun separatis yang menganggu ketertiban negara, seperti HTI, FPI,
ataupun KKB di Papua. Tetapi apakah kehancuran kelompok radikal dan separatis
itu membantu Indonesia yang mulia ini jadi lebih baik secara ekonomi, sosial,
ataupun politik? Dan pertanyaannya juga sama terhadap Kaum Nasionalis Spanyol,
apakah kemenangan perang saudara itu membantu rakyat Spanyol jadi lebih baik?
Nyatanya tidak. Karena melemahnya salah satu gerakan sosial politik pada negara
kedua atau ketiga adalah bukan kemenangan yang sesungguhnya, melainkan
kemenangan dari negara lain yang punya kepentingan.
Lalu juga misalnya satu kelompok telah
menang terhadap kelompok lain seperti melemahnya kelompok radikal dan separatis
di Indonesia, tidak lain dan tidak bukan sama saja memperkuat Modal asing dalam
industrinya, atau dalam contoh nyata, lemahnya KKB di Papua ialah sama saja
dengen memperlancar Transportasi PT Freeport di Papua, dan mereka jadi semakin
untung secara pendapatan. Atau contoh lainnya, lemahnya kelompok HTI dan FPI
sama saja membantu produk-produk Amerika untuk lebih untung, karena tidak akan
ada lagi boikot oleh kelompok-kelompok Islamis Konservatif yang suka
mengharam-haramkan sesuatu.
Hal ini bukanlah hal yang baru atau kesalahan
dari pemerintahan yang sekarang, melainkan ini adalah hal lama dari Globalisasi
dan selalu dilakukan oleh setiap pemimpin di negara yang berada di kelas
bawahan, mereka tidak punya pilihan dan dilema. Contohnya seperti perang dingin
setelah perang dunia kedua usai. Apakah ada tindakan atau kebijakan yang murni
daripada negara-negara bawahan untuk tanah airnya sendiri? Saya dapat katakan
adalah tidak, Geo Politik saat itu nyatanya selalu bermuara pada Soviet atau
Amerika, walaupun negara-negara bawahan menutupi itu semua dengan ide samarnya,
bahwa perang khidmat itu ialah untuk tanah air tercinta, yang sebenarnya adalah
bohong. Masa-masa perang dingin sudah usai, dan sekarang sudah berganti zaman,
tetapi perang khidmat yang sia-sia belum hilang dari muka bumi. Memang terlihat
sangat mustahil untuk dihilangkan. Saya lebih melihat masalah ini kepada
masalah fungsionalis, dimana fenomena ini memiliki fungsi untuk kestabilan
dunia, atau dalam bahasa agamanya adalah Takdir, ia bukanlah sesuatu yang dapat
dihindari oleh suatu negara yang berada di bawah. Suatu negara harus berhasil
maju dan melepaskan diri dari hegemoni negara lainnya, dan ia mulai menghegemoni
negara lain seperti negara lain melakukan hegemoni terhadapnya, sehingga ia
tidak terpengaruh lagi dan dapat menciptakan kepentingannya sendiri.