Lautan Anarkis

Ilustrasi ombak (pinterest)

Di sebuah kota besar terdapat sebuah desa di tepian sungai, desa yang subur akan family lautnya, mayoritas penduduknya bekerja sebagai pemancing ikan atau biasa disebut nelayan.

Disana terdapat banyak sekali jenis hewan hewan laut, salah satunya rajungan yang biasa di tangkap oleh warga. Rajungan adalah hewan yang masih satu spesies dengan kepiting, tetapi rajungan hanya dapat hidup di air tak mampu hidup di darat.

Dari laut lah mereka mengepuli dapurnya, bak seorang pahlawan yang dapat menghidupi semua orang disekitarnya. Laut memang sudah menjadi mata pencaharian warga lokal.

Namun, tidak bagi seorang Roni kecil, yang menganggap laut sebagai malapetaka baginya, yang menyebabkannya hanya memiliki seorang perempuan di dalam hidupnya.

"Dalam kesunyian malam dia berangkat bersama 2 temannya menuju samudra lepas disana" sambil menunjuk arah laut.

"Dengan peralatan sederhana, seperti sampan yang usang, jaring yang bolong, dan tak lupa cotom (penutup kepala dari kayu) untuk melindunginya dari terik matahari"

Hanya bermodalkan insting seorang nelayan tanpa adanya alat pendeteksi apapun, mereka bertiga berlayar mencari tempat dimana rajungan banyak di temukan.

Namun, naas hal yang tak diinginkan terjadi. Setelah sampai di tengah lautan dan mereka baru akan melemparkan jaring, ombak yang besar pun datang membersamai mereka semua.

Ombak yang ganas tersebut melahap habis sampan beserta sang empunya, tanpa ampun ombak tersebut menenggelamkan mereka semua, hingga tak terlihat dari penglihatan mata.

Dari bibir pantai pun terlihat ombak yang ganas tersebut, tak lama kemudian datanglah seorang nelayan lain yang memberi tahukan kemari.

Aku pun langsung lemas mengetahui hal tersebut, dengan tubuh yang lunglai aku kembali ke rumah.

Selang beberapa waktu berangkat lah para timsar beserta nelayan setempat, untuk mencari mereka semua yang terlahap ombak

"Akhirnya di malam hari tim SAR pun menemukan puing-puing dari sampan yang digunakan untuk berlayar tadi, membawa semua korban ke rumah masing-masing. Salah satunya dibawa ke rumah ini," ujar ibu sambil mengusap setetes air yang sebentar lagi akan membasahi pipinya.

Roni dewasa pun akhirnya mengerti akan hal yang menjadikannya trauma kepada air laut, di masa kecil ibunya hanya berkata bahwa ayahnya sedang berlayar ke lautan, tetapi hingga sekarang ia tak kunjung datang.


Penulis: Deka (Kru Magang 23)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak