Wawancara dengan Kapolres Semarang di rumah sakit roemani muhamadiyyah, Kamis (22/08/24): Doc. Redaksi |
Edward, salah satu peserta aksi dari mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tindakan aparat yang dinilainya terlalu represif.
"Awalnya kami berdemo dengan damai. Namun, ketika teman-teman dari UIN mencoba mundur untuk bertukar posisi dengan mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP), situasi tiba-tiba menjadi kacau. Ada yang memprovokasi, dan ketika barisan kami maju, aparat langsung menembakkan peluru hampa, diikuti dengan gas air mata," ungkapnya.
Edward juga menuturkan teman-teman mahasiswa banyak yang terkena dampak gas air mata.
"Banyak teman kami, terutama perempuan, terkena dampak gas air mata, dan beberapa bahkan sampai pingsan. Menurut saya, tindakan aparat ini sangat berlebihan," jelasnya.
Dia juga menambahkan bahwa penyampaian poin tuntutan pada aksi kali ini kurang maksimal.
"Poin-poin tuntutan terkait RUU Pilkada masih kurang tersampaikan karena kami terpaksa mundur akibat serangan gas air mata dan pengejaran dari aparat," tambahnya.
Di sisi lain, Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Irwan Anwar, menegaskan bahwa tindakan yang diambil oleh pihak kepolisian sudah sesuai dengan prosedur.
"Dari kepolisian, kami ada tahapan dalam peringatan, mulai dari mengingatkan, tangan kosong, penggunaan alat, semprotan, hingga peluru hampa. Saat penembakan gas air mata, kami mengikuti standar operasional yang ada, karena niat massa terlihat ingin menguasai DPRD, bukan sekadar bertemu. Kami tidak bisa membiarkan hal ini terjadi, sehingga kami terpaksa melarang mereka masuk," ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa kepolisian tidak bertindak sembarangan dan berusaha mengawal mahasiswa dengan baik.
"Kami hanya mengingatkan sepanjang pola penyampaian aspirasi tidak melakukan tindakan anarkis. Namun, ketika situasi sudah tidak terkendali dan korban mulai berjatuhan, kami segera memberikan perhatian dan memastikan mereka mendapatkan perawatan yang diperlukan. Total korban ada 16 orang," tambahnya.
M. Bagus Faiz Daroini, Koordinator Lapangan UIN Walisongo, juga menyampaikan kritik terhadap tindakan aparat.
"Seharusnya kami bisa menyampaikan tuntutan dengan baik, tetapi aparat membubarkan aksi kami secara paksa dengan gas air mata. Tindakan ini membuat pesan yang ingin kami sampaikan tidak tersampaikan dengan optimal. Meskipun kami sempat berhasil memasuki gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kami terpaksa mundur dan mengevakuasi korban," katanya.
Bagus juga menekankan bahwa meskipun aksi kali ini singkat, niat awalnya memang sudah dikonsolidasikan untuk langsung masuk ke dalam gedung DPRD dan membuat sidang rakyat di dalam.
"Ini bukan sekadar orasi di luar, tapi kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa tidak puas dengan kebijakan yang ada," tutupnya.
Reporter: Tim Redaksi LPM Edukasi