Malaikat Kematian

Ilustrasi malaikat kematian (pinterest)

Orang bilang kehadiran ku membawa malapetaka, sama seperti dua tahun lalu yang mana kehadiranku menyebabkan kematian orang tua angkatku. Benar, aku yatim piatu sejak lahir. Yang aku ketahui tentang masa laluku adalah bahwa aku dibuang dan dibesarkan di panti asuhan hingga akhirnya aku diadopsi. 

Aku jarang berbicara pada orang-orang, karena tiap aku berucap mereka tidak pernah menganggapnya, seakan aku ini hanyalah angin lalu, jadi aku pikir lebih baik aku diam. Mereka semua menganggap ku aneh. Mereka menjauhi ku dengan alasan yang tidak masuk akal yaitu aku adalah "Pembawa Sial."

Dalam perjalanan pulang sekolah aku melewati rumah sakit. Aku melihat seorang remaja laki-laki sedang duduk di kursi roda berada di taman  depan rumah sakit. Ia tersenyum ramah kepadaku dan aku membalas senyumannya lalu berlari pulang ke rumah.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Senyumannya terasa sangat tulus dan hangat, yang membuat hatiku berdebar. Ini mengingatkanku pada keluargaku. Dan dengan keluarga yang aku maksud adalah orang tua angkatku. 

Iya, sejak aku mengetahui bahwa aku dibuang sejak kecil entah mengapa muncul perasaan ini, perasaan benci terhadap mereka yang telah menelantarkanku. Jika kalian tidak menginginkanku, mengapa tak langsung membunuhku saja saat aku baru lahir? Agar aku tak perlu menghadapi dan menderita karna kejamnya dunia ini.

Besoknya saat pulang sekolah aku melewati rumah sakit itu dan menemukan laki-laki itu lagi. Aku menghampirinya dengan ragu. Ia menyadari kehadiranku dan memulai topik pembicaraan.

"Kau gadis yang kemarin kan?” ia memulai pembicaraan

Suaranya lembut dan sangat sopan, sangat menenangkan hati. 

"Iya" jawabku singkat.

“Namaku Ezza, siapa namamu?"tanyanya.

"Niezy," jawabku.

"Cantik," katanya sambil tersenyum.

“Eh? Terima kasih." jawabku sambil tersenyum malu. Apa yang salah denganku?

Setelah itu aku selalu datang kemari untuk bertemu Ezza, karena aku juga sangat kesepian. Bertemu Ezza bagai menemukan berlian di kubangan lumpur. Aku merasa bersyukur dapat bertemu dan kenal dengannya.


***

POV: Author

Sorenya di pinggir sungai bawah jembatan tak jauh dari rumah sakit tempat Ezza dirawat Niezy secara diam-diam bertemu dengan seseorang.

"Jadi apa kau sudah melaksanakan tugasmu?" tanya pria misterius yang sekarang sedang berbicara empat mata dengan Niezy.

"A- aku... bisakah kau memberiku waktu sedikit lagi?" ucap Niezy dengan nada rendah.

"Cih. Kau menaruh rasa simpati pada manusia lagi? Kapan kau akan belajar? Perasaanmu itu hanya akan membuatmu menjadi lemah! Ingat siapa jati dirimu, dan ingat apa yang orang katakan tentangmu."

"Pembawa sial, pembawa Malapetaka, seorang.... malaikat kematian," jawab Niezy dengan muka merah padam.

"Jadi apa kau masih mau menunda-nunda? Well~ itu keputusanmu. Aku tak peduli lagi pula pada akhirnya kewajiban adalah kewajiban bukan?"

"..."


***

POV: Niezy 

"Sebenarnya kau sakit apa? Kenapa harus memakai kursi roda?" tanyaku suatu hari kepada Ezza.


"Hmm, tidak apa-apa hanya masalah kecil, sebentar lagi akan sembuh." jawab Ezza.

Aku tidak yakin bahwa dia benar-benar jujur, senyum yang dia berikan mengisyaratkan sesuatu. Memang terlihat tulus, namun dibaliknya ada satu juta rahasia yang ia sembunyikan. Aku yakin tentang itu, tapi aku berusaha untuk berpikiran positif dan menghapus prasangka buruk itu. 

Namun, ternyata aku benar.

"Dia sudah tidak bisa di selamatkan, usianya tinggal 7 hari."

"Kasian sekali, bahkan kulihat akhir-akhir ini ada seorang gadis yang selalu datang kemari untuk bermain dengannya."

"Anak yang malang."

Aku mendengar obrolan dua suster yang melintas melewati lorong rumah sakit. Lorong yang sama dimana kamar Ezza terletak. Aku tidak percaya apa yang ku dengar.Tidak mungkin kan mereka membahas Ezza?

Aku langsung menuju ke kamar Ezza setelahnya.

"Aku tadi mendengar obrolan dua suster, katanya ada orang yang umurnya tinggal 7 hari, tapi tidak mungkin kau kan? Kau bilang sebentar lagi kamu akan sembuh," kataku sambil tertawa canggung.

"Itu aku, Niezy" jawab Ezza.

"Sebaiknya kau menjauh dari ku sebelum aku tiada," katanya lagi.

"Apa maksudmu? Kau bilang kau akan sembuh? Bercandaan mu sangat tidak lucu," kataku.

"Aku tidak bercanda. Mereka bilang aku akan sembuh,benar? Itu yang mereka katakan. Namun aku tahu, aku tidak akan berhasil. Kumohon pergi, aku tidak ingin menjadi luka bagi siapapun." ucap Ezza.

"Apa maksudmu kau mengusir ku?" tanyaku.

"Bahkan jika aku menunggu perpisahan kita dengan mulut terkatup, luka malam itu yang telah meresap ke dalam jiwaku masih belum bisa disembuhkan." ucap Ezza.

Air mataku mulai keluar tapi aku mencoba menahannya.

"Jangan biarkan aku melihat air matamu. Aku tidak butuh rasa malu itu," ucap Ezza yang semakin membuat hatiku sesak.

"Apa benar yang dikatakan orang-orang bahwa kehadiranku adalah malapetaka?" tanyaku dengan menatap mata Ezza.

"Itu tidak benar. Aku tidak pernah bertemu seseorang seperti mu, Niezy. Semoga kau terus mengingatku, namun jika ingatanmu padaku hanya membawa luka, kumohon lupakan saja aku." ucap Ezza sambil tersenyum ramah sama seperti saat pertama kali kami bertemu.

Dan tepat 7 hari setelahnya Ezza tiada, aku berbicara dengannya setelah pemakamannya selesai. Dia bilang bahwa sekarang tubuhnya terasa ringan, tidak ada lagi rasa sakit akibat kabel-kabel dan biusan jarum suntik.

Sekali lagi orang yang aku kenal dan sayangi tiada. Aku mengenal seseorang. Aku dekat dengan orang itu. Lalu orang itu akan tiada dalam jangka waktu yang singkat. Kapan....kapan siklus ini akan berakhir? 

Ini perih harus menjalani semua itu. Aku juga ingin seperti yang lain, dapat bahagia. Namun apa daya kebahagiaan hanyalah hal semu. Itu tidak akan dapat bertahan untuk selamanya.

"Apa kita bisa bersama lagi Niezy?" tanya Ezza setelah pemakamannya.

"Maaf, untuk sekarang belum. Aku masih punya orang yang harus aku kunjungi. Sampai jumpa Ezza."

Jika aku bisa aku juga ingin tinggal Ezza.


***

POV: Author

"Akting yang bagus Niezy, sama seperti biasanya. Tidak pernah mengecewakan." ucap pria misterius yang kala itu berbicara dengan Niezy.

"Diam." ucap Niezy singkat.

"Apa pada akhirnya dia tau siapa kau yang sebenarnya?"

"Mungkin tidak, lagipula apa pedulimu?"

"Itu pasti berat ya? Setiap hari harus melihat orang yang kita kenal dan sayang pergi untuk selamanya,"

"Jangan mulai memancing perkara!"

"Hehe, maaf. Aku tak bermaksud melakukannya. Baiklah sampai jumpa Niezy."

"..."

"Maaf kalo aku mengesalkan. Aku juga sama seperitmu Zy, terikat oleh loop ini." gumam pria misterius itu sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Niezy.


***

POV: Niezy

Orang benar tentang aku. Aku pembawa kemalangan. Aku pembawa malapetaka.

 Ini takdir yang tak dapat ku lawan. Kalau bisa aku tidak ingin seperti ini. Kalau bisa aku ingin terlahir sebagai manusia. Aku tak ingin terus berpura-pura. Kalaupun aku menunjukkan jati diriku kepada orang- orang mereka hanya akan lebih takut dan menjauh dariku.

 Kecuali “Dia”. Orang yang nasibnya sama denganku. Terikat oleh takdir yaitu kesedihan tanpa akhir. Terikat loop mengerikan yang disebut malaikat kematian.

End_

Karya: Annisa Schoenheit (Calon Kru Magang 24)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak