Metafora Trauma Psikologis dalam The Metamorphosis

Ilustrasi trauma psikologis (pinterest)

Franz Kafka adalah salah satu penulis paling kompleks dan kontroversial dalam sejarah sastra modern. Karya-karyanya sering kali dianggap sebagai ekspresi ketakutan dan kecemasan manusia terhadap kekuasaan, birokrasi, dan keterasingan.

Salah satu karya yang paling terkenal adalah The Metamorphosis, yang bercerita tentang Gregor Samsa, seorang pria yang tiba-tiba berubah menjadi serangga raksasa. Transformasi yang dialami Gregor telah memicu banyak interpretasi, mulai dari alegori sosial hingga kritik terhadap kapitalisme.

Pendekatan psikoanalitik terhadap The Metamorphosis menawarkan perspektif yang unik karena karya Kafka dipenuhi dengan simbolisme yang mencerminkan konflik batin dan tekanan mental yang dialami oleh karakter utamanya.

Trauma, khususnya trauma psikologis, sering kali tidak muncul dalam bentuk yang jelas; sebaliknya, ia mengungkapkan dirinya melalui perubahan perilaku, perasaan terasing, atau bahkan perubahan fisik. Transformasi Gregor dapat dilihat sebagai ekspresi simbolis dari trauma yang terpendam, di mana konflik psikologisnya menciptakan disintegrasi dalam identitas dirinya.

Transformasi Sebagai Simbol Trauma Psikologis yang Terpendam

Transformasi Gregor Samsa dari manusia menjadi serangga adalah salah satu elemen paling dramatis dalam The Metamorphosis. Pada konteks psikoanalitik, perubahan ini tidak bisa hanya dilihat sebagai fantasi surealis, tetapi juga sebagai manifestasi fisik dari trauma yang terpendam.

Trauma sering kali bekerja dalam dimensi yang tidak terlihat oleh orang lain, memberikan dampak yang dalam pada individu yang mengalaminya. Dalam kasus Gregor, trauma ini muncul dalam bentuk transformasi fisik karena ia tidak memiliki saluran untuk mengekspresikan penderitaan emosional dan psikologisnya secara verbal. 

Jika kita menghubungkan peristiwa ini dengan teori Repression Freud, trauma psikologis yang tidak diungkapkan sering kali muncul kembali dalam bentuk fisik atau simbolis.

Gregor, yang terus-menerus tertekan oleh beban tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama dalam keluarganya, akhirnya mengalami kehancuran psikologis yang memicu transformasi tersebut. Ini adalah bentuk pelarian dari rasa sakit emosional yang tidak bisa dihadapinya secara langsung.

Perubahan fisiknya bukanlah sebuah kebetulan, melainkan representasi dari bagaimana trauma psikologis yang terpendam akhirnya menuntut untuk diungkapkan.

Transformasi fisik ini juga bisa dianggap sebagai cara Kafka untuk menunjukkan bahwa trauma tidak selalu terlihat oleh dunia luar, tetapi juga dapat menghancurkan individu secara internal.

Gregor yang dulunya adalah seorang pekerja biasa yang dihormati keluarganya, tiba-tiba menjadi makhluk yang menjijikkan dan ditolak oleh masyarakat sekitarnya, termasuk keluarganya sendiri.

Perubahan ini mencerminkan bagaimana trauma dapat mengubah cara seseorang dipersepsikan oleh orang lain, dan pada saat yang sama, mengubah cara seseorang mempersepsikan dirinya sendiri.

Dengan demikian, transformasi Gregor adalah simbol dari kehancuran psikologis yang disebabkan oleh trauma yang terpendam. Dalam dunia Kafka, trauma tidak berbicara melalui kata-kata, melainkan melalui transformasi tubuh dan jiwa yang tidak dapat dihindari.

Kafka menunjukkan bahwa trauma psikologis bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan atau dilupakan; ia memiliki kekuatan untuk mengubah seluruh identitas individu.

Analisis Psikoanalitik terhadap Disintegrasi Psikologis Gregor Samsa

Salah satu elemen penting dari The Metamorphosis adalah disintegrasi identitas Gregor Samsa. Dalam teori psikoanalisis Lacanian, identitas seseorang dibangun di antara dua domain, yaitu Real dan Symbolic Order.

Ketika Gregor mengalami transformasi, ia kehilangan tempatnya dalam Symbolic Order—yakni masyarakat, keluarga, dan peran sosialnya sebagai pekerja—dan jatuh ke dalam domain Real, yang tidak dapat dipahami atau diartikulasikan. Hal ini menyebabkan kehancuran psikologis yang dalam, di mana Gregor tidak lagi bisa mengenali dirinya sebagai subjek yang terintegrasi dalam dunia sosial.

Proses disintegrasi psikologis ini merupakan salah satu dampak dari trauma yang paling mendasar. Gregor, yang awalnya adalah anggota yang berfungsi penuh dalam masyarakat, secara bertahap kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan keluarganya, dan lebih buruk lagi, dengan dirinya sendiri.

Kehilangan bahasa dan peran sosial adalah tanda utama dari krisis identitas, di mana individu tidak lagi bisa memahami atau mengekspresikan dirinya dalam konteks kehidupan sosial yang ia kenal. Transformasi Gregor menandai pecahnya hubungan antara ego dan dunia luar.

Kehancuran identitas ini juga dapat dilihat dalam cara Gregor menghadapi tubuh barunya. Setelah transformasi, Gregor tidak lagi merasa bahwa tubuhnya adalah miliknya. Ia merasa asing dengan tubuhnya sendiri, tidak dapat mengontrol gerakannya, dan sering kali merasa ngeri dengan apa yang ia lihat di cermin.

Menurut teori Lacan, ini merupakan cerminan dari kehancuran ego ideal, di mana tubuh yang seharusnya menjadi bagian dari identitas individu kini menjadi sesuatu yang terpisah dan menakutkan. Trauma psikologis Gregor mengakibatkan perpisahan antara tubuh dan kesadaran dirinya, yang akhirnya memperdalam krisis identitasnya.

Kafka menggunakan perubahan melalui transformasi fisik sebagai cara untuk mengeksplorasi bagaimana trauma dapat menghancurkan konsep diri seseorang, memisahkan individu dari perannya dalam masyarakat dan bahkan dari tubuhnya sendiri.

Pengorbanan Diri dalam Struktur Keluarga

Rasa bersalah merupakan elemen utama yang mempengaruhi Gregor Samsa dan hubungannya dengan keluarganya. Sebagai pencari nafkah utama, Gregor merasa terjebak dalam struktur keluarga yang menuntut pengorbanan dirinya untuk kesejahteraan orang lain.

Trauma psikologis Gregor berakar pada rasa bersalah yang terus-menerus dia rasakan karena tidak mampu memenuhi ekspektasi keluarganya. Hal ini menjadi semakin nyata setelah transformasinya, ketika dia tidak lagi bisa bekerja dan menjadi beban bagi keluarganya.

Dalam perspektif psikoanalitik, rasa bersalah adalah emosi yang kuat yang dapat menciptakan trauma jika tidak diatasi. Freud menyebutnya sebagai salah satu elemen yang paling berbahaya dalam neurosis, karena rasa bersalah menimbulkan konflik antara keinginan individu dan kewajiban sosial.

Gregor, yang merasa tertekan oleh tanggung jawab keluarganya, tidak dapat menemukan keseimbangan antara kebutuhan pribadinya dan tuntutan eksternal. Hal ini menciptakan perasaan bersalah yang mendalam yang pada akhirnya memicu kehancuran psikologis dan fisiknya.

Transformasi menjadi serangga secara simbolis memperkuat perasaan bahwa dirinya tidak lagi berguna dan lebih baik mati daripada menjadi beban. Kafka menggunakan rasa bersalah ini untuk menggambarkan tekanan emosional yang dialami individu dalam masyarakat yang menuntut pengorbanan tanpa henti.

Pengorbanan diri yang dilakukan Gregor, yang awalnya dianggap sebagai tindakan mulia, akhirnya menjadi sumber trauma yang menghancurkan identitas dan harga dirinya.

Pada karyanya tersebut, Kafka menunjukkan bahwa dalam struktur sosial yang menekankan pengorbanan untuk orang lain, individu sering kali kehilangan dirinya sendiri, dan rasa bersalah menjadi alat yang menghancurkan keutuhan psikologis mereka.

Analisis Hubungan Sosial Pada Post-Traumatic Stress

Alienasi sosial merupakan salah satu aspek kunci dari trauma yang dialami oleh Gregor Samsa. Setelah transformasi, ia segera menjadi terasing dari keluarganya, masyarakat, dan bahkan dirinya sendiri.

Alienasi ini bisa dilihat sebagai salah satu gejala dari Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), di mana individu yang mengalami trauma sering kali merasa terputus dari dunia di sekitarnya. Dalam kasus Gregor, transformasinya menandai awal dari pemisahan total antara dirinya dan lingkungannya.

Kafka menggunakan alienasi ini untuk menggambarkan bagaimana trauma dapat mengisolasi individu dari interaksi sosial. Setelah transformasinya, Gregor kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Ia tidak lagi bisa berbicara atau bertindak sebagai bagian dari unit sosial, yang membuatnya semakin terasing.

Alienasi ini tidak hanya terjadi dalam hubungan sosial Gregor dengan keluarganya, tetapi juga mencerminkan bagaimana ia mulai melihat dirinya sebagai makhluk yang terpisah dari kehidupan manusia normal.

Penelitian modern tentang PTSD menunjukkan bahwa alienasi adalah salah satu dampak utama dari trauma psikologis. Individu yang mengalami trauma sering kali merasa bahwa mereka tidak lagi bisa terhubung dengan orang lain, dan perasaan ini bisa memperburuk trauma yang mereka alami.

Gregor mengalami hal yang sama setelah transformasinya, di mana ia merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang tidak pantas mendapatkan kasih sayang atau pengakuan dari orang lain, termasuk keluarganya sendiri.


Penulis: Fatih Hayatul Azhar (Mahasiswa Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan)

Editor: Agustin 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak