Ilustrasi kandidat dari latar belakang militer dan kepolisian sedang berdebat di hadapan mahasiswa dan masyarakat setempat pada kampanye politik di Jawa Tengah untuk Pilkada 2024. Sumber: Freepick. |
Pilkada Jawa Tengah tahun 2024 membawa dinamika baru yang menarik perhatian publik. Pertarungan antara dua figur dari institusi TNI dan POLRI, yaitu Andika Perkasa dan Ahmad Luthfi, mencerminkan perubahan signifikan dalam lanskap politik provinsi ini. Dengan latar belakang kuat di bidang keamanan, kedua calon tersebut menawarkan harapan sekaligus kekhawatiran bagi masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa yang memiliki pengalaman langsung dengan kedua institusi tersebut.
Bagi mahasiswa, Pilkada bukan sekadar ritual politik lima tahunan, melainkan momen penting yang menentukan arah kebijakan terkait akses pendidikan, kesejahteraan sosial, dan peluang kerja. Oleh karena itu, mahasiswa perlu bersikap kritis dalam menilai latar belakang kandidat untuk memilih pemimpin yang paling tepat bagi Jawa Tengah.
Relasi antara mahasiswa dan POLRI kerap diwarnai ketegangan, terutama ketika aksi demonstrasi berujung represif. Penggunaan gas air mata hingga pemukulan terhadap demonstran sering kali membuat mahasiswa merasa tidak dilindungi dan menjadi korban kekerasan aparat. Di sisi lain, sejarah kelam di bawah rezim Orde Baru menimbulkan kekhawatiran terhadap calon berlatar belakang militer, seperti Andika Perkasa. Meski mahasiswa jarang berinteraksi langsung dengan TNI, ingatan tentang hilangnya aktivis dan praktik otoritarianisme tetap membayangi mereka.
Pilkada ini juga menjadi tantangan bagi masyarakat di daerah pelosok yang kerap kali kurang mendapatkan akses informasi. Minimnya pengetahuan tentang kandidat dan visi misi mereka dapat menyebabkan pilihan politik didasarkan pada popularitas atau janji politik yang tidak realistis. Dalam situasi seperti ini, peran mahasiswa sebagai agen perubahan sosial sangat diperlukan untuk memberikan edukasi politik yang lebih baik kepada masyarakat.
Pada akhirnya, mahasiswa sebagai kaum intelektual diharapkan tidak hanya menjadi pemilih pasif. Mereka harus aktif dalam menilai kandidat berdasarkan visi dan misi yang ditawarkan, bukan sekadar melihat latar belakang profesi. Demokrasi bukan sekadar soal memilih, tetapi juga memastikan akuntabilitas pemimpin setelah terpilih. Pertanyaan yang harus dihadapi bukan hanya siapa yang akan menang, tetapi juga bagaimana mahasiswa dan masyarakat bisa berperan aktif dalam menjaga demokrasi yang sehat di Jawa Tengah.
Mahasiswa memiliki tanggung jawab moral sebagai penggerak perubahan sosial, khususnya dalam menjaga proses demokrasi yang sehat. Di Pilkada Jawa Tengah, mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pengawas demokrasi yang kritis. Mereka dapat melakukan advokasi untuk memastikan transparansi pemilu dan mengawasi agar janji kampanye tidak sekadar populis, tetapi realistis dan dapat diimplementasikan. Keterlibatan mahasiswa dalam forum diskusi, dialog publik, dan edukasi politik kepada masyarakat menjadi krusial, terutama dalam menjembatani kesenjangan informasi di daerah terpencil. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga aktor yang berperan penting dalam menjaga jalannya demokrasi.
Netralitas TNI dan POLRI dalam Pilkada juga menjadi isu penting. Sebagai aparatur negara, TNI dan POLRI diharapkan menjaga netralitas selama proses Pilkada tanpa memihak pada salah satu calon. Meskipun Andika Perkasa dan Ahmad Luthfi berasal dari institusi tersebut, mahasiswa harus kritis dan memastikan bahwa dukungan dan keterlibatan kedua institusi ini tidak mencederai asas demokrasi atau menimbulkan konflik kepentingan. Mahasiswa perlu memantau dan melaporkan indikasi keterlibatan yang dapat mempengaruhi independensi Pilkada. Dalam hal ini, mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pengamat, tetapi juga sebagai penjaga netralitas dan integritas demokrasi di Jawa Tengah.
Peran media dalam memberikan informasi yang akurat dan transparan tentang proses Pilkada juga sangat penting. Di era informasi yang serba cepat ini, mahasiswa perlu cerdas dalam menyaring berita yang beredar di media konvensional maupun media sosial. Generasi muda, khususnya mahasiswa, tidak hanya berfungsi sebagai pemilih, tetapi juga sebagai aktor aktif dalam memengaruhi opini publik. Gerakan mahasiswa yang mendorong perubahan sosial harus terus dipelihara dalam konteks Pilkada 2024, termasuk melalui kampanye kreatif di media sosial yang lebih dekat dengan generasi muda. Diskusi politik di kalangan mahasiswa juga dapat memicu partisipasi aktif, baik dalam pemilihan maupun dalam proses sosial setelah pemimpin terpilih.
Pengawasan pemilu oleh lembaga independen seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga sangat penting. Mahasiswa, sebagai bagian dari masyarakat sipil, dapat berkolaborasi dengan lembaga pengawas untuk melaporkan pelanggaran dan ketidakberesan selama Pilkada. Dengan berperan sebagai pengawas, mahasiswa dapat membantu menjaga integritas demokrasi di Jawa Tengah.
Penulis berkomitmen untuk mengawal demokrasi melalui Lembaga Independen Pemantau Pilkada Tahun 2024 yang berfokus pada upaya menjaga netralitas. Sebagai langkah konkret, kami akan mengadakan kegiatan diskusi dan podcast mengenai peran TNI dan POLRI dalam menjaga netralitas Pilkada di Jawa Tengah. Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk berdiskusi, bertanya, dan memahami lebih dalam tentang isu ini, serta memperkuat partisipasi masyarakat dalam menjaga demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
Penulis: Muhammad Novan Heromando (Mahasiswa di Kampus Ibu Kota Jawa Tengah)
Editor: Agustin