Diagram hasil survei seberapa tahu mahasiswa mengenai Pemilwa. Doc. Redaksi. |
SEMARANG, lpmedukasi.com – Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang kembali mencuri perhatian. Isu-isu seperti kesadaran politik mahasiswa hingga keberadaan kotak kosong menjadi sorotan utama dalam survei yang dilakukan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi pada Minggu-Kamis (22-25/12/2024).
Survei yang melibatkan 60 responden yang terdiri dari 51 mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), 6 mahasiswa fakultas lain, dan 3 responden yang tidak disebutkan identitasnya, menghasilkan bahwa 50% mahasiswa merasa partisipasi dalam Pemilwa sangat penting, sementara hanya 6,7% yang menganggapnya tidak penting. Namun, kesadaran politik mahasiswa dinilai masih perlu ditingkatkan secara signifikan.
Pandangan Mahasiswa: Kesadaran Politik dan Fenomena Kotak Kosong
Ilham Dzikru Alfath, Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI), mengungkapkan bahwa kotak kosong menjadi indikator rendahnya kesadaran demokrasi.
"Banyaknya kotak kosong dalam Pemilwa menunjukkan kurangnya kesadaran demokrasi di kampus kita," ujarnya.
Ridwan, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI), menilai akar masalahnya cukup kompleks.
"Mahasiswa belum melihat dampak politik kampus secara langsung. Transparansi dan citra politik yang lebih baik dapat meningkatkan partisipasi mereka. Namun, ini membutuhkan waktu yang panjang untuk berubah menjadi lebih terbuka, adil, dan demokratis," tulisnya.
Amallia Lathifa Anfasa, dari jurusan yang sama, menyoroti kurangnya informasi sebagai penyebab rendahnya kesadaran politik.
"Sering kali mahasiswa memilih golput karena kurangnya informasi tentang Pemilwa," katanya.
Sementara itu, Ishma dari jurusan yang sama menyoroti minimnya sosialisasi kandidat.
"Mahasiswa sebenarnya sadar, tetapi merasa tidak memiliki peran karena kurang mengenal kandidat atau visi misi mereka," ungkapnya.
Keberadaan Kotak Kosong: Simbol atau Masalah?
Keberadaan kotak kosong juga memicu pro dan kontra. Sebanyak 50% responden menganggap kotak kosong kurang relevan, tetapi 13,3% merasa kotak kosong adalah alternatif penting.
Lubab Fawaid, Mahasiswa Jurusan PBI, menyatakan bahwa kotak kosong jarang memberikan dampak besar.
"Kemenangan calon sering kali sudah dipastikan melalui dukungan organisasi tertentu," ujarnya.
Sementara Laila, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), menambahkan bahwa kotak kosong mencerminkan kurangnya kandidat potensial.
"Pemilwa seharusnya memiliki minimal dua calon sehingga mahasiswa bisa mempertimbangkan visi misi mereka," tulisnya.
Namun, Nisa Riani, Mahasiswa Jurusan PBI, menganggap kotak kosong sebagai bentuk manipulasi.
"Saya merasa kotak kosong sering kali digunakan untuk memenangkan calon tertentu," ungkapnya.
Saran Mahasiswa untuk Pemilwa yang Lebih Baik
Mahasiswa memberikan berbagai masukan untuk meningkatkan kualitas Pemilwa:
1. Meningkatkan Transparansi
Sebanyak 36,7% responden merasa Pemilwa belum mencerminkan demokrasi yang sehat.
Firhan Septiawan, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) menyarankan agar menyiapkan calon jauh-jauh hari.
"Partai politik kampus sebaiknya menyiapkan kader jauh-jauh hari agar tidak ada kotak kosong," tulisnya.
2. Mendorong Partisipasi Aktif
Sebanyak 50% responden mendukung sosialisasi lebih intensif.
"Forum debat calon dan sosialisasi teknis Pemilwa dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa," tulis Mahdiyatul Muna, Mahasiswa Jurusan Manajemen.
3. Evaluasi Sistem Kotak Kosong
Sebanyak 51,7% responden menolak keberlanjutan kotak kosong.
Faradela, Mahasiswa Jurusan PBA menilai sebenarnya masih banyak calon yang berpotensi.
"Masih banyak potensi calon di kampus, sehingga kotak kosong seharusnya bisa diminimalkan," tulisnya.
Refleksi untuk Pemilwa Mendatang
Survei ini menjadi refleksi penting bagi penyelenggara Pemilwa di UIN Walisongo. Kesadaran politik yang rendah serta kontroversi kotak kosong menunjukkan perlunya langkah strategis untuk menciptakan Pemilwa yang lebih demokratis.
Dengan mendengarkan suara mahasiswa dan menindaklanjuti saran mereka, Pemilwa diharapkan dapat menjadi ajang pembelajaran politik yang bermakna serta cerminan demokrasi yang sesungguhnya.
Reporter: Tim Redaksi LPM Edukasi