Nobar dan Diskusi Film "Rindu yang Hilang": Merajut Makna di Balik Kerinduan

Dokumentasi nobar dan diskusi film di ruang N8, pada Senin (9/12/2024).

SEMARANG, lpmedukasi.com - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 1-A Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengadakan Nonton Bareng (Nobar) dan Diskusi Film "Rindu Yang Hilang" Karya Koranleraar. Melalui acara ini, ruang N8 berubah menjadi tempat pertemuan seni dan diskusi mendalam, pada Senin (9/12/2024). 

Film ini menyuguhkan cerita penuh emosi tentang perjalanan cinta yang tak mudah, dibalut konflik sosial yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Cinta yang Tertunda oleh Takdir

Kisah Rama dan Salma, tokoh utama dalam film ini, menjadi inti cerita. Hubungan mereka diuji oleh berbagai tantangan hidup hingga Salma terpaksa menghilang dari kehidupan Rama, meninggalkan jejak kerinduan yang hanya bisa terungkap dalam puisi-puisi yang tak pernah usai. Namun, takdir membawa mereka bertemu kembali—dengan cara yang tak terduga dan menyakitkan.

Film ini bukan sekadar kisah cinta, melainkan juga cerminan ketimpangan dalam berbagai dimensi: pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, hingga gender. 

Hal ini menjadikan cerita terasa relevan dengan realitas kehidupan yang sering kita temui.

Sebuah Pengalaman Berharga di Balik Kamera

Elysa, sutradara dari film "Rindu yang Hilang", membagikan pengalaman emosionalnya saat memimpin produksi film ini.

"Pengalaman pertama menjadi sutradara adalah perjalanan penuh suka dan duka. Proses syuting sangat mengasyikkan, tetapi juga penuh tantangan. Saya belajar banyak, terutama tentang kepemimpinan," ujarnya dengan penuh semangat. 

Elysa juga mengungkapkan perasaannya saat melihat hasil akhir dari film ini.

"Melihat hasil akhirnya, ada rasa puas dan bangga yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Saya berterima kasih kepada seluruh tim produksi yang telah bekerja keras untuk mensukseskan film ini," tambahnya.

Tak hanya berhenti pada film, tim produksi juga meluncurkan buku kumpulan cerpen berjudul "Sepotong Kenangan yang Tersisa", yang sejalan dengan tema film. 

Syafiq, pembina mata kuliah Filsafat Kesatuan Ilmu, menjelaskan makna mendalam dari judul tersebut.

"Judul ini berbicara tentang cinta yang bukan sekadar romantisme, tetapi perjuangan. BUCIN itu bukan 'BUdak CINta,' melainkan 'Barisan PejUang CINta.' Film dan buku ini memberikan pesan mendalam tentang arti cinta dan perjuangan di dalamnya," ungkapnya. 

Refleksi dan Harapan dari Penonton

Bagi peserta nobar, seperti Afkar, film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyentuh hati dan memberikan pelajaran berharga.

"Film ini mengajarkan kita, sebagai mahasiswa yang sedang mempersiapkan masa depan, untuk tetap menjaga nilai-nilai agama dan Pancasila. Dari film ini, kita belajar bahwa yang berat itu bukan hanya rindu, tetapi juga melihat orang yang kita cintai menikah dengan orang lain. Saya berharap ke depannya, produksi film bisa lebih berkembang, baik dari segi akting maupun sarana pendukung," katanya.

Merangkai Seni dalam Kehidupan

Melalui acara ini, PAI Kelas 1-A berhasil menunjukkan bahwa seni adalah alat yang ampuh untuk menyampaikan pesan, membangun empati, dan memantik diskusi. Film "Rindu yang Hilang" bukan hanya karya perdana, tetapi juga simbol kolaborasi yang membuahkan hasil inspiratif.

Acara ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga menjadi wadah bagi mahasiswa untuk belajar dan mendalami berbagai perspektif kehidupan, cinta, dan perjuangan yang membentuk manusia.

Reporter: Shinta (Kru Magang 2024)
Editor: Agustin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak