Brain Rot di Dunia Pendidikan: Apakah Media Sosial Merusak Generasi Mahasiswa

Dok. Freepik.

lpmedukasi.com - Era digital telah membawa banyak perubahan signifikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dunia pendidikan. Media sosial, sebagai salah satu produk revolusi teknologi, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas mahasiswa. Namun, di balik manfaatnya, muncul fenomena yang disebut brain rot, kondisi di mana seseorang kehilangan fokus dan produktivitas akibat paparan konten digital yang berlebihan. Bagaimana brain rot memengaruhi generasi mahasiswa? apa saja faktor penyebabnya? serta bagaimana cara mengatasinya?

Apa Itu Brain Rot?

Brain rot adalah istilah yang menggambarkan penurunan kemampuan kognitif dan produktivitas akibat konsumsi konten digital secara berlebihan. Istilah ini mengalami peningkatan penggunaan sebesar 23% antara tahun 2023 dan 2024. Gejala yang sering muncul meliputi:

  1. Kesulitan berkonsentrasi dalam jangka waktu lama.
  2. Penurunan kemampuan menyelesaikan tugas secara efisien.
  3. Ketergantungan pada ponsel atau media sosial.

Penggunaan pertama istilah brain rot tercatat pada tahun 1854 dalam buku Walden karya Henry David Thoreau. Dalam karyanya, Thoreau mengkritik masyarakat yang lebih memilih ide-ide sederhana dan dangkal dibandingkan ide-ide kompleks yang membutuhkan upaya intelektual lebih besar. 

Pada mahasiswa, gejala ini sering terlihat dalam bentuk menunda tugas akademik, kesulitan memahami materi kuliah, hingga kehilangan motivasi belajar. Brain rot di dunia pendidikan juga memantik sejumlah pertanyaan: apakah media sosial merusak generasi mahasiswa?

Peran Media Sosial dalam Memicu Brain Rot

Media sosial didesain untuk menarik perhatian pengguna selama mungkin. Fitur seperti infinite scroll, notifikasi, dan algoritma personalisasi membuat mahasiswa rentan terhadap distraksi. Berikut adalah beberapa cara media sosial memengaruhi brain rot:

  1. Distraksi Berlebih: Distraksi digital mengacu pada gangguan yang timbul akibat penggunaan teknologi digital, seperti smartphone, tablet, dan media sosial. Di satu sisi, teknologi ini memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dan sumber belajar secara luas. Namun, di sisi lain, teknologi digital juga dapat mengganggu konsentrasi dan mengurangi waktu yang digunakan untuk membaca atau belajar, sehingga berpotensi menurunkan kemampuan literasi. Mahasiswa kerap terganggu oleh notifikasi dari media sosial ketika sedang belajar atau menyelesaikan tugas.
  2. Konten Tidak Produktif: Konten internet yang tidak bermanfaat dapat memunculkan tantangan baru bagi masyarakat. Salah satunya adalah kemudahan mengakses informasi yang kurang positif. Konten semacam ini mencakup hal-hal seperti pornografi, pelanggaran hak cipta, hingga aktivitas ilegal. Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat dapat melaporkan konten negatif kepada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika). Selain itu, pemerintah juga telah membentuk Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (FPSIBN) yang bertugas melindungi hak cipta serta kekayaan intelektual. Paparan konten hiburan yang berlebihan dapat mengurangi minat terhadap aktivitas intelektual.
  3. FOMO (Fear of Missing Out): Ketergantungan terhadap berbagai aktivitas di media sosial dan teknologi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JWTIntelligence (2012) menunjukkan bahwa sebanyak 40% pengguna internet di dunia mengalami FOMO, yaitu perasaan gelisah dan takut bahwa seseorang tertinggal, apabila teman-temannya melakukan atau merasakan hal yang lebih menyenangkan dari pada yang sedang ia lakukan atau yang ia miliki 

Dampak Brain Rot pada Pendidikan Mahasiswa

Fenomena brain rot berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Beberapa dampak yang dirasakan mahasiswa meliputi:

  1. Penurunan Prestasi Akademik: Mahasiswa yang terpapar konten cepat sering menunjukkan kesulitan untuk fokus pada tugas-tugas akademik, sehingga memerlukan perhatian berkelanjutan. Ketidakmampuan fokus membuat mahasiswa sulit mencapai potensi maksimal.
  2. Stres dan Burnout: Orang yang mengalami kerusakan fungsi otak cenderung lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Ketidakmampuan mengelola stres secara efektif dapat memperburuk kondisi ini, menciptakan siklus berulang antara stres dan kelelahan mental. Selain itu, ketergantungan pada media sosial dapat memperparah stres karena kurangnya pengelolaan waktu yang baik.
  3. Hubungan Sosial yang Melemah: Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menggantikan interaksi tatap muka, yang berpotensi mengurangi kemampuan sosial siswa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketergantungan pada komunikasi digital dapat menurunkan kualitas interaksi langsung dan keterampilan komunikasi interpersonal. Selain itu, penggunaan gadget yang berlebihan telah dikaitkan dengan penurunan kemampuan interaksi sosial pada siswa sekolah dasar.

Cara Mengatasi Brain Rot

Wajar jika generasi sekarang mencari hiburan melalui konten media sosial untuk mengusir rasa bosan bekerja atau belajar. Namun, mengingat tren kerusakan otak saat ini, kita perlu lebih sadar diri agar bisa mengendalikan kebiasaan konsumsi produk digital. Para ahli menyarankan agar masyarakat dapat memilih konten yang lebih mendidik dan bijaksana dibandingkan sekadar hiburan instan atau sensasional.

Orang tua dan guru berperan penting dalam membentuk kebiasaan positif, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Mendidik masyarakat tentang dampak negatif dari konsumsi konten sepele yang berlebihan dan mengajari mereka keterampilan berpikir kritis akan membantu generasi muda memiliki hubungan yang lebih sehat dengan teknologi.

Para ahli juga menyarankan untuk membatasi waktu yang dihabiskan di depan layar gadget sebanyak mungkin untuk mengurangi paparan konten berkualitas rendah yang seringkali tidak menantang secara intelektual. Cara memadukan gaya hidup sehat, memadukan aktivitas fisik rutin seperti membaca, berolahraga, dan kontak tatap muka dengan orang lain serta tidur yang cukup, dapat memerangi dampak negatif paparan konten digital yang berlebihan telah terbukti bermanfaat.

Media sosial, meskipun memiliki banyak manfaat, dapat menjadi pedang bermata dua bagi mahasiswa. Fenomena brain rot menunjukkan bahwa konsumsi media sosial yang tidak terkendali dapat merusak fokus, produktivitas, dan kualitas pendidikan. Dengan langkah-langkah yang tepat, mahasiswa dapat memanfaatkan teknologi tanpa mengorbankan kesehatan mental dan kemampuan akademik mereka. Mari bersama-sama menjadi generasi yang bijak dalam menggunakan media sosial demi masa depan pendidikan yang lebih baik.

Referensi

Meminimalkan Risiko Brain Rot. News Detik. Kolom

Brain Rot Named Oxford Word of The Year 2024. Corp.oup. News

Ratu Balqis, R., & Syaikhu, A. (2023). Distraksi Digital Atau Kemerosotan Literasi Menjelajahi Peran Fomo Dalam Praktik Literasi Sekolah Dasar. Auladuna: Jurnal Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 5(2), 34-41.

Bahaya Brain Rot bagi Anak. Banten. NU.

Dampak Brain Rot pada Anak dan Pencegahannya. RRI Sulawesi Tengah. Kesehatan

 

Penulis: Muhajirin 

Editor: Agustin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak