![]() |
Doc. Google |
kehidupan yang serba cepat, terbuka, dan bebas, dalam hal ini akses informasi. isu keberagamaan sering kali menjadi topik yang sensitif dan rentan menimbulkan perpecahan. Masyarakat yang hidup berdampingan dengan berbagai keyakinan, pandangan, serta latar belakang budaya membutuhkan penengah. Di dalam arus globalisasi dan perkembangan teknologi, sikap ekstrem baik dalam bentuk fanatisme keagamaan maupun liberalisme beragama semakin tampak dan mengkhawatirkan. Kita kerap menghadapi dua sikap yang bertolak belakang. Di satu sisi, ada yang menjalankan agama secara tertutup dan menganggap hanya pandangannyalah yang benar. Di sisi lain, terdapat pula mereka yang terlalu abai, terlalu bebas hingga kehilangan esensi agama itu sendiri. Dua sikap ini sering kali memicu ketegangan atau perdebatan, baik di lingkungan sosial, pendidikan, maupun ruang-ruang lainnya.
Di tengah perdebatan tersebut, moderasi hadir sebagai penengah sebuah upaya untuk menempatkan agama dalam posisi yang adil dan damai bagi semua kalangan. Moderasi bukanlah upaya untuk menyamakan semua hal, melainkan cara untuk menyikapi perbedaan dengan kepala dingin, hati lapang, dan semangat persaudaraan. Dalam konteks bangsa Indonesia yang majemuk, moderasi beragama bukan hanya idealisme, tetapi juga kebutuhan nyata untuk menjaga keharmonisan, baik di lingkungan sosial, pendidikan, maupun kebangsaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) moderasi adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstriman. Moderasi beragama menurut M. Quraish Shihab adalah moderasi (wasthiyyah) bukanlah sikap yang bersifat tidak jelas atau tidak tegas terhadap sesuatu bagaikan sikap netral yang pasif, bukan juga pertengahan matematis. Moderasi beragama bukan sekedar urusan atau orang perorang, melainkan juga urusan setiap kelompok, masyarakat, dan negara. Moderasi beragama menurut Nasaruddin Umar adalah suatu bentuk sikap yang mengarah pada pola hidup berdampingan dalam keberagaman beragama dan bernegara. Jadi, moderasi adalah sikap menghindari ekstremisme dan mencari keseimbangan serta cara bijak untuk hidup rukun dalam keberagaman, baik secara individu maupun kelompok.
Mengapa moderasi dalam beragama itu penting?
1. Terhindar dari sikap fanatisme yang dapat menimbulkan konflik dan perpecahan.
2. Menciptakan kehidupan yang damai.
3. Merupakan bagian dari ajaran agama itu sendiri, sebagaimana ditunjukkan oleh istilah ummatan wasathan dalam Surah Al-Baqarah ayat 143.
Sikap moderat bukanlah tanda lemahnya iman, melainkan bentuk kedewasaan dalam menyikapi keragaman. Melalui moderasi, kita belajar untuk bersikap bijak, tidak mudah terprovokasi, serta tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama tanpa merendahkan pihak lain.
Penulis: Shinta Tatamilla
Editor: Faizul Ma'ali